Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 16 September 2008

Trik dan Tata Cara Menyambut Malaikat Maut

1. Dengan iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk

2. Dengan senantiasa memelihara shalat lima waktu tepat pada waktunya dengan berjamaah di masjid bersama kaum muslimin, disertai dengan kekhusyukan dan perenungan makna-maknanya. Sedangkan shalatnya kaum wanita di dalam rumah adalah lebih utama

3. Dengan mengeluarkan zakat yang diwajibkan tepat pada waktunya, sesuai dengan ukuran dan kriterianya berdasarkan syara’

4. Dengan berpuasa ramadhan di dasari keimanan dan mengharap pahala dari Allah
Dengan haji mabrur, karena tidak ada balasan bagi haji mabrur ini melainkan surga.
5. Sedangkan umroh pada bulan ramadhan setara dengan menunaikan haji bersama Nabi saw
Dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah tambahan (nafilah), yaitu ibadah selain fardhu, baik berkenaan dengan shalat, zakat, puasa maupun haji. Allah SWT berfirman dalam hadist qudsi : “Dan hamba-Ku masih saja mendekat kepad-Ku dengan ibadah-ibadah nafilah, sehingga Aku mencintainya”

6. Dengan segera bertaubat yang setulus-tulusnya dari segala kemaksiatan dan kemungkaran, dan dengan berjanji untuk selalu mengisi waktu-waktu yang ia miliki dengan banyak beristighfar, berdzikir, serta melaksanakan segala jenis ketaatan lain.

7. Dengan memurnikan ibadah kepada Allah (ikhlas kepada-Nya), dan meninggalkan riya’ dalam segala hal. Allah SWT berfirman : “Mereka tidaklah diperintahkan agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan kepatuhan kepada-Nya dalam melaksanakan agama dengan lurus” (QS. Al-Bayyinah : 5)

8. Dengan mencintai Allah dan rasul-Nya. Kecintaan kepada Allah tidak akan terwujud kecuali harus disertai dengan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah : “Katakanlah, jika kau (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu” (QS. Ali Imron : 31)
9. Dengan memberikan kecintaan karena Allah dan benci karena Allah pula, serta memberikan loyalitas karena Allah. Ini berarti mencintai perbuatan yang Allah cintai seperti beribadah, berdzikir dan melakukan amal kebajikan, benci karena Allah berarti membenci hal-hal yang tidak disukai Allah seperti zinah, ghibah, serta perbuatan maksiat lainnya.

10. Dengan rasa takut kepada Allah Yang Maha Mulia, mengamalkan kandungan Al-Qur’an, ridha dengan yang sedkit, dan mempersiapkan diri menghadapi hari perjalanan menuju hisab. Ini adalah hakikat takwa

11. Dengan bersabar dalam menghadapi cobaan, bersyukur ketika memperoleh kelonggaran, selalu merasa diawasi oleh Allah, baik dalam keadaan sembunyi maupun terbuka, serta dengan mengharap anugerah dan karunia yang ada di sisi-Nya
12. Dengan bertawakal (pasrah) seutuhnya kepada Allah SWT. Allah berfirman “Hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS. Al-Maidah: 23)

13. Dengan menuntut ilmu yang bermanfaat, serta berusaha menyebarkan dan mengajarkannya. Allah SWT berfiman “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa tingkat” (QS. Al-Mujadilah: 11) dan juga firman Allah SWT “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan jangan sampai kamu menyembunyikannya” (QS. Ali Imron: 187)

14. Dengan mengagungkan Al-Qur’an. Yaitu dengan cara mempelajarinya, mengajarkannya, menjaga batasan-batasan dan huku-hukumnya, serta mengenali apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkannya. Nabi saw bersabda “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari)

15. Dengan jihad di jalan Allah, bersiaga selalu dan berjaga di perbatasan musuh, serta tidak lari dari medan laga. Nabi saw bersabda “Janganlah kamu mengharap-harap bertemu musuh dan mohonlah kesehatan kepada Allah. Namun jika kamu bertemu dengan mereka, bersabarlah. Ketahuilah bahwa surga itu di bawah naungan pedang” (Muttafaqun ‘alaih)

16. Dengan menjaga lidah dari hal-hal yang haram seperti dusta, ghibah (menggunjing), mengadu domba dan memfitnah, mencaci, mengutuk, serta berkata dan bernyanyi kotor. Nabi saw bersabda “siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhi hendaklah berkata baik atau (memilih) diam” (Muttafaqun ‘alaih)

17. Dengan memenuhi janji, menunaikan amanat kepada yang berhak, serta tidak berkhianat dan menipu. Allah SWT berfirman “Penuhilah janji-janjimu” (QS. Al-Maidah :1) dan “hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya” (QS. Al-Baqarah : 283)
Dengan meninggalkan zina, minum-minuman keras, membunuh jiwa, berbuat zhali, mencuri, makan harta orang lain secara bathil, makan barang riba, dan makan segala yang tidak menjadi haknya menurut syara’. Allah SWT berfirman “Katakanlah, sesungguhnya Rabbku mengharakan perbuatan keji yang tampak maupun yang tersembunyi” (QS. Al-A’raf : 33)

18. Dengan bersikap wara’ dalam hal makanan dan minuman, serta menjauhi barang yang tidak halal.

19. Dengan berbakti kepada kedua orang tua, bersilaturahmi, mengunjungi saudara dan bersabar menghadapi gangguan mereka, serta berbuat baik kepada orang lain yang berada dekat dengan kita maupun yang jauh.

20. Dengan menjenguk orang yang sakit, berziarah kubur dan mengiringi jenzah. Sebab, itu semua akan mengingatkan kepada akhirat dan menganggap rendah dunia.

21. Dengan tidak mengenakan pakaian dan aksesoris yang diharamkan, seperti sutra, emas dan isbal (memanjangkan pakaian hingga melampaui mata kaki) bagi kaum pria, atau menggunakan bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum. Semuanya itu hukumnya haram.

22. Dengan memakai jilbab yang sempurna dan menutupi aurat bagi kaum wanita, yang tidak bisa menggambarkan lekuk tubuhnya dan juga tidak tipis, tidak menarik pandangan orang lain untuk melihatnya dan tidak menimbulkan fitnah, serta menjauhi tasyabbuh (meniru-niru, menyerupai) kaum wanita kafir dalam berpakaian, dimana pakaian yang mereja kenakan itu memang sengaja dibuat untuk menimbulkan fitnah dan membangkitkan nafsu birahi.
23. Dengan sederhana dalam membelanjakan harta, menjaga nikmat, dan tidak berbuat tabdzir (pemborosan)

24. Dengan meninggalkan perbuatan khianat, dengki, iri hati, permusuhan, kebencianm serta menggunjing harga diri kaum muslimin dan muslimat tanpa ada alasan yang benar.
Dengan memerintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar, menyeru kepada Allah dengan menempuh jalan hikmah dan bimbingan yang baik.

25. Dengan berbuat adil terhadap sesama manusia serta saling menolong dalam kebajikan dan takwa

26. Dengan berpegang kepada akhlak mulia seperti rendah diri, penyayang, sabar, malu, pemaaf, menahan marah, dan murah hati, serta tidak sombong, menipu, angkuh, congkak dan sebagainya.
27. Dengan menunaikan hak-hak anak dan istri sesempurna mungkin, serta mengajarkan kepada mereka urusan agama yang mereka butuhkan.

28. Dengan menjawab salam dan memberi salam, menyambut doa orang yang bersin, memuliakan tamu dan tetangga, serta menutupi aib orang sebisa mungkin.
Dengan hidup zuhud di dunia (tak berlebih-lebihan dengan dunia) dan memendekkan angan-angan sebelum sampai ajalnya.

30. Dengan sikap cemburu terhadap harga diri, menahan pandangan dari melihat hal-hal yang diharamkan di jalanan atau melalui layar televisi, dan internet.
Dengan berpaling dari kesia-siaan, senda gurau dan permainan, serta mengambil hak-hak yang berharga dan meninggalkan segala hal yang tiada artinya.

31. Dengan mencintai para sahabat Nabi saw, berlepas diri dari kebencian terhadap mereka atau mencaci mereka

32. Dengan mendamaikan antara sesama manusia dan mendekatkan arah pandangan antara kedua belah pihak yang bertikai, sehingga hilang perselisihan dan perpecahan tidak semakin melebar.

33. Dengan tidak mendatangi dukun, ahli nujum, tukang sihir, tukang ramal dan sejenisnya. Rasulullah saw bersabda “Siapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal lalu membenarkan kepada apa yang dikatakannya, berarti dia telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi)

34. Dengan mematuhi suami bagi seorang istri, serta menjaga hartanya, anaknya dan ranjangnya

35. Dengan meninggalkan perbuatan bid’ah dalam beragama, serta tidakmenyeru kepada kebatilan dan kesesatan

36. Dengan tidak menyambung rambut bagi wanita, tidak mentato, tidak mencukur ais, serta tidak merenggangkan gigi dan meruncingkannya.

37. Dengan tidak memata-matai kaum muslimin dan tidak mengungkap aib mereka, serta tidak menyakiti mereka
Read More..

Kilau Permata diantara Kilauan Kaca "Pesona Pertama Terhadap Teman"

Mungkin dulu anda begitu terpesona dengan karisma seseorang, begitu tertarik untuk mengenalinya karena anda kira kedalaman ilmunya, sikapnya, pesonanya....dan lain sebagainya yang tak dapat anda temukan di orang lain, tetapi ketika andsa telah mengenal dia ...., teruta hal-hal yang tidak anda kira ................... APAKAH ANDA AKAN TETAP BERSAMANYA.........???

Pesona...ya sebuah pesona...ketika kita baru mengenal seseorang dari luarnya saja...ada syair lagu dari intim....yang mungkin bisa kita pinjam maknanya "Bagaikan Permata dicelahan Kaca Kerdipnya Susah Dibipahkan"
Dari Sini kita dapat gambarkan, ketika kita bertemu orang dan menghadirkan pesona dalam hati, jangan2 pesona itu menipu...bukan...bukan....jangan katakan saya menyalah artikan bahwa kesan pertama adalah hal yang salah....tapi jangan salah......barangkali kita salah persepsi...sebab kita belum tahu benar karakternya..."Kilauan permata yang mana diantara kilauan kaca..."
Apakah Anda Akan Meninggalkan dia, karena mungkin anda jecewa........???

"Berkawan seorang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, jauh lebih baik daripada dengan berkawan seorang 'alim yang selalu memperturutkan hawa nafsunya." (Ibnu Atha'illah)

Memilih teman sama artinya dengan memilih masa depan. Memilih teman sama artinya dengan memilih perilaku. Memilih teman sama artinya dengan memilih kualitas ilmu. Maka, siapa pun yang ingin masa depannya cerah, perilakunya menawan hati, serta luas ilmu dan wawasannya, maka ia harus sangat pandai memilih teman.
Kita akan sulit berkembang bila sehari-hari kita bergaul dengan orang-orang malas. Kita pun akan sulit meraih kemuliaan akhlak, bila sehari-hari kita bergaul dengan orang yang buruk akhlaknya. Maka, tinggi rendahnya kualitas seorang manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas orang yang menjadi temannya.

Rasulullah SAW bersabda, "Seseorang itu adalah menurut agama sahabat (karib)nya. Karena itu, ada baiknya seseorang dari kamu meneliti dulu siapa yang akan dijadikan sahabatnya" (HR Abu Dawud dan At-Turmudzi).
Orang seperti apa yang layak kita jadikan teman dekat? Yang pertama dan utama adalah orang yang baik akhlaknya dan mampu mengendalikan hawa nafsunya. Bahkan, Imam Ibnu Atha'illah dalam kitab Hikam mengatakan, "Berteman seorang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, jauh lebih baik daripada dengan berkawan seorang 'alim yang selalu memperturutkan nafsunya". Mengapa? Orang berilmu tapi memperturutkan hawa nafsu, biasanya akan membenarkan kemaksiatan yang dilakukannya dengan dalil-dalil Alquran dan hadis. Dikhawatirkan, lambat laun kita pun akan membenarkan kemaksiatan tersebut hanya karena bersandar pada dalil-dalil.

Saudaraku, bahaya terbesar dalam hidup adalah diperbudak nafsu. Tidak ada artinya limpahan harta, tinggi jabatan, banyaknya pengikut, tampannya rupa, atau luasnya ilmu, bila kita diperbudak nafsu. Saat diperbudak nafsu, semua yang kita miliki akan digunakan untuk memuaskan nafsu tersebut.

Ada baiknya kita berpikir sejenak, lihat siapa teman-teman dekat kita. Boleh jadi, kualitas diri kita tidak pernah mengalami perubahan karena salah memilih teman. Kita berteman akrab dengan orang-orang yang kualitasnya di bawah kita. Akibatnya, kita merasa paling saleh, paling pintar, dan paling hebat di antara teman-teman kita. Bila demikian, kita tertipu oleh kepintaran semua. Ketika kita salah melihat diri, kita pun akan salah dalam melangkah.

Idealnya kita berteman dengan orang-orang yang kualitasnya jauh lebih baik, sehingga kita tidak merasa paling pintar dan paling saleh. Justeru kita akan merasa paling kurang. Saat berteman dengan orang-orang yang berkualitas, biasanya kita akan terangsang dan termotivasi untuk belajar dan mengejar ketertinggalan. Karena itu ada yang mengatakan, kalau kita ingin menjadi ulama maka bergaulah dengan ulama; ingin menjadi pedagang, maka bergaullah dengan para pedagang; ingin menjadi seniman, maka bergaulah dengan seniman.

Saudaraku, setiap hari masalah yang kita hadapi akan semakin berat dan kompleks. Kita akan terpuruk bila banyaknya masalah tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan diri untuk menyelesaikannya. Maka, rugi bila dalam sehari kita tidak bertemu dengan orang yang lebih baik dari kita. Rugi karena kita tidak mendapat ilmu, wawasan, dan semangat baru. Dan celaka bila kita menjauh dan memusuhi orang-orang yang lebih baik dari kita. Wallahu a'lam

Pertanyaan yang terakhir dari.....Maukah anda menjadi Teman saya.....atau guru bagi saya.....Ustad bagi saya.....ketika anda sudah tau siapa diri saya....???
Read More..

luka hati dan luka kaki

Luka kaki bisa dianalogikan sebagai luka hati. Rasa cinta yang tidak pada tempatnya...dapat menyebabkan luka...baik secara fisikly...maupun secara ruhani. Pada awalnya, terkadang kita menyepelekan hal-hal yg bisa menyebabkan luka hati tsbt. Apalagi status kita sebagai Aktivis seringkali menganggap enteng, hal hal yang bisa menyebabkan hati kita jadi berbelok arah. Kadangkala penyebab luka hati (maksiat2 kecil) seringkali kita diamkan dan membuat hati jadi terlena. Ketika telah jadi besar, baru terasa bahayanya. Sekecil apapun luka itu, kinerja anda tetap akan terhambat. Biarpun lukanya di kaki. Efektifitas dan efisiensi kerja antum terpengaruh. Begitu pun hati, minimal mengurangi kekhusyukan ibadah harian kita.

Mendeteksi luka kecil seharusnya segera dilakukan, ketika terjadi sesuatu pada anggota badan kita. mencegah 100 persen lebih baik dibanding mengobati. Seperti juga luka pada kaki, yang bisa disembuhkan dengan beristirahat total. Luka pada hati juga bisa disembuhkan dengan taubat total, untuk tidak mengerjakan hal hal yang bisa mengakibatkan luka itu lama sembuhnya bahkan bertambah parah. Selain itu untuk menyembuhkan luka kita juga harus bertega hati menghukum diri dengan mengkonsumsi obatnya. Sepahit apapun obat itu, harus kita telan. Biasanya luka hati, ujungnya adalah fitnah.. Menghindari sumber fitnah.

Hum...jaga diri baik baik, jangan sampai banyak goresan luka. Bisa jadi luka itu telah sembuh. Tapi bekasnya tak kan pernah hilang........
" Ya Allah janganlah Engkau hukum aku karena apa yang mereka katakan tentangku. Berikanlah kebaikan padaku dari apa yang mereka sangkakan padaku, Ampunilah aku karena apa yang tidak mereka ketahui tentang diriku
Read More..

Minggu, 14 September 2008

Membangun Rumah didunia VS Bangun Rumah Masa Depan di Surga...!!

Tertipu Kehidupan Dunia dan Melupakan Akhirat.....!

Memilih.....ya suatu pilihan ketika kita sudah bertekat untuk mewujudkan keluarga sakinah....apakah hanya rumah yang mewah, bertingkat, serba lengkap isinya yang kita inginkan....??? Tentu anda sekalian mengatakan "TIDAK", sebab rumah dunia hanyalah sementara, meminjam pernyataan yang sering dilontarkan saudara saya..he..he... "Keinginan Reoni dan berkumpul di Syurga bersama semua anggota Keluarga" Subhanalloh, sungguh cita-cita yang mulia ketika hal tersebut berusaha kita wujudkan.....
bagaimana caranya.....??? dari suatu pengajian saya dapatkan ilmu ini...semoga dapet bermanfaat bagi kita...

Tertipu Kehidupan Dunia dan Melupakan Akhirat!

Banyak manusia yang tertipu oleh kehidupan dunia. Mereka bekerja begitu keras bahkan sampai 12 jam lebih sehari hanya untuk kebahagiaan di dunia. Namun sayangnya banyak yang tidak menyisakan setengah jam pun untuk kehidupan akhirat dengan zikir dan beribadah kepada Allah.

“(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka.” Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” [Al A’raaf:51]

Bahkan ada yang tidak mau mengingat Allah sama sekali dan menganggap kehidupan akhirat hanyalah kebohongan yang hanya dipercaya oleh orang-orang yang fanatik agama.


Mereka tahu kematian pasti menimpa siapa saja. Namun mereka tidak pernah mengingat mati dan tidak percaya pada kehidupan sesudah mati.


“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” [Faathir:5]


Padahal akhirat itu adalah janji Allah yang benar.


“Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: “Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri”, kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” [Al An’aam:130]


Banyak orang yang menumpuk harta dan berbangga tentang banyaknya harta dan anak. Padahal hidup manusia di dunia rata-rata tidak lebih dari 70 tahun. Setelah itu mereka mati dan masuk ke dalam lobang kubur. Jabatan, Harta dan anak tak berguna lagi bagi mereka ketika sudah dikubur.

Bagi yang tidak mau mengingat Allah dan melalaikan sholat, ada siksa kubur yang menunggu mereka:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al Haddid:20]


Jadi, tetaplah bekerja. Namun jangan melupakan akhirat. Bagaimana pun juga akhirat lebih baik dan lebih kekal. Akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya. Dunia hanya sekedar tempat kita lewat. Tempat kita untuk bekerja dan beribadah sehingga memiliki bekal yang cukup untuk di akhirat.

Menyikapi Hidup, Meraih Bahagia

Setiap orang menginginkan hidup bahagia. Berbagai cara dilakukan agar kebahagian itu
dapat diraih. Ada yang dengan cara bekerja keras mengumpulkan harta sebanyakbanyaknya,
mendapatkan kedudukan dan kekuasan tertinggi, atau dengan cara
mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Namun di sisi lain berbagai problematika hidup
dihadapi. Keterpurukan sering menimpa tiba-tiba. Bencana, musibah, cobaan dating silih
berganti tatkala keberhasilan itu hendak diraih. Atau terkadang baru saja kesenangan itu
diraih, seketika kemudian musibah menghadang menyesakkan dada. Ada yang mampu
bertahan menghadapi pahitnya derita, tetapi banyak pula yang kecewa, prustasi, putus asa,
tidak mampu menghadapi derita itu. Ada yang mampu menghadapi hidup dalam kondisi
senang dan susah. Tapi banyak pula yang tidak mengerti apa yang mesti dilakukan ketika
mendapat kesenangan dan bagaimana pula bila mendapatkan kesusahan.

Sesungguhnya Allah telah memuliakan anak cucu Adam sejak awal ia dilahirkan (Q.S.
al-Isra/17: 70). Dia dimuliakan dalam penciptaannya dari makhluk-makhluk lainnya.
Dimuliakan karena disamping diberi bentuk fisik yang sempurna, dia diberi pula akal
untuk berpikir dan hati untuk dapat merenung dan mengkhayati. Namun pada
perkembangannya, dia tidak selamanya mampu mempertahankan kemuliaan itu.

Terkadang dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kemuliaan itu sampai kepada
derajat taqwa (Q.S. al-Hujurat/49: 13, al-Shafat/37: 42, al-Ma’arij/70: 35Yasin/36: 27).
Tapi banyak pula yang terpuruk, jatuh ke lembah kehinaan, lebih hina dari makhluk Allah
yang paling hina sekalipun (Q.S.al-Tin/95: 5, al-Shafat/37: 98, al-A’raf/7: 179, al-
Isra’/17: 72, al-Furqan/25: 34, 44). Hal itu karena anak Adam itu tidak mampu menjalani
hidup dengan baik. Dia mensikapi hidup secara bodoh. Hidup akhirnya menjadi hampa
tak bernilai.

Perumpamaan Hidup

Al-Quran menggambarkan kehidupan dunia ini seperti air hujan yang turun dari langit
(Q.S. Yunus/10: 24). Buya Hamka menjelaskan (Tafsir Azhar, juz 11: 206) bahwa
kedatangan hujan itu diharapkan manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Semua
bergantung kepada hujan. Ketika lama tidak turun hujan, kemarau panjang, tanah tandus
dan gersang, tiba-tiba terdengar petir, dan nampak awan gelap bergumpal, harapan pun
timbul. Ketika hujan deras datang, maka kegembiraan muncul. Tumbuh-tumbuhan, baik
rerumputan, sayuran, dan tanaman yang tadinya kering layu, menjadi hijau subur,
mendapatkan nafas baru. Padi, kacang, timun, ketela, pisang dan lain-lain sebagai makan
manusia kelihatan subur dan memberi harapan. Rerumputan, makanan binatang, telah
menghijau sehingga kambing, sapi, biri-biri, kerbau, yang selama ini kurus kering kurang
makan, sekarang telah makan dengan asyiknya dan tidak berhenti memamah biak.
Manusiapun bergembira dengan kedatangan hujan itu.

Namun ketika padang tandus telah menghijau, padi telah mengandung isi, lada,
terung, tebu, dan semua tanaman mendekati masa panen Ketika petani telah menaksir
keuntungan ladangnya yang akan berlipat ganda, membayangkan kegembiraan karena
akan bisa membeli yang patut dibeli, pakaian lusuh akan terganti, rumah rusak akan
diperbaiki, alat pertanian akan diperbaharui, semua keinginan akan terpenuhi. Tiba-tiba datang hujan yang terus menerus tanpa henti. Hujan lebat satu hingga dua hari tidak
putus-putus, maka datanglah banjir atau air bah, menggenangi sungai, tanggul jebol, tanah
longsor, air naik hingga beberapa meter mengenai ladang yang penuh tanaman siap petik.
Semua telah jadi lautan. Bahkan rumah pun tenggelam. Penghuninya mengungsi atau naik
ke atap rumah. Binatang peliharaannya hanyut terbawa deras arus banjir. Ayam dan itik,
kambing dan sapi, semuanya habis disapu air. Dalam beberapa saat, banjir itu
menghancurkan segala yang dimiliki. Tidak hanya tanaman di sawah ladangnya yang
hanyut, sawah ladangnya pun turut rusak tertimbun pasir maupun tanah. Semuanya
rusak.

Kehidupan dunia jangan terlalu dipergantungi. Harapan jangan digantungkan kepada
perhiasan dunia. Padi yang masih di sawah belum tentu kita yang punya. Kekayaan yang
sekarang ada belum tentu untuk kepentingan kita. Kita sering bekerja keras menumpuk
harta, padahal harta yang ditumpuk itu belum tentu jadi milik kita. Banyak orang yang
terlalu menyangkutkan hati kepada perhiasan dunia sehingga lupa akhirat. Atau terlalu
percaya kepada kekuatan sendiri, hingga lupa kepada kekuatan Allah. Sering manusia itu
lupa akan tujuan jangka panjangnya. Hati terpaut kepada yang fana lupa kepada yang
Baqa’. Cinta dunia melampaui batas hingga lupa persiapan akhirat. Bila perhiasan dunia
yang jadi ukuran, maka kekecewaan belaka yang akan didapat bila gagal memperolehnya.
Memandang Kehidupan Secara Optimis

Ada orang yang ingin melarikan diri dari kehidupan dunia tidak mau menghadapi
tantangan zaman. Bermaksud uzlah, mengundurkan diri dari gemerlapnya hidup yang
penuh fitnah dan cobaan. Cita-citanya kandas. Ilmu yang ingin diraih gagal. Harta dan
usaha yang digarap bangkrut dan jatuh pailit. Kekuasaan yang hampir saja diraih, gagal
dan hancur dikalahkan oleh musuh-musuh politiknya. Hidup jadi pedih dan menderita.
Ingin rasanya tidak lagi berurusan dengan kehidupan dunia. Menjauhkan diri dari
keramaian karena dalam pandangannya dunia ini kejam, buruk, kesengsaraan, dan penuh
kemaksiatan.

Pada masa Rasulullah ada segolongan sahabat utama ingin mengadakan uzlah. Bagi
mereka menikah akan menghasilkan kesengsaraan karena gagal membangun rumah
tangga, makan dan minum dapat melupakan diri mengingat Allah, tidur akan mengurangi
berbakti kepada Allah. Maka mereka bertekad untuk tidak menikah, terus berpuasa, dan
tidak tidur, menjauhi dari segala keinginan duniawi. Namun Rasulullah mengatakan:
“Saya lebih taqwa daripada kamu, tetapi saya pun puasa, dan saya berbuka, saya tidur dan
saya pun shalat, dan saya tidur dengan istri saya”.

Buya Hamka melihat bahwa uzlah adalah sikap yang tidak berani, atau hendak
melepaskan diri seorang ke tempat yang selamat. (Hamka, Iman dan Amal Shaleh, 1984:
83). Kalau kita melihat kehidupan dari sisi yang gelap, semuanya akan menjadi gelap. Tapi
kalau kita melihat dari sisi yang terang, semuanya akan menjadi terang. Ketika penyakit
hati telah mewarnai kehidupan; hasad dan dengki ada dimana-mana, saling musuh
memusuhi, moral tidak ada nilainya, penghargaan kepada orang bukan karena budi
bahasanya, tapi karena rumah, mobil, dan hartanya. Maka kita merasa bingung rasanya tidak ada lagi sinar kebaikan di negeri ini. Pandangan serba hitam dalam hidup tidak
menyelesaikan masalah.Hilangkan buruk sangka terhadap hidup. Di masyarakat tidak
semuanya jahat belaka. Di dalam buruk ada baik. “Sesungguhnya bersama dengan kesukaran itu
terletak kemudahan”. (Q.S. al-Syarh/94: 5-6). “Allah menginginkan kemudahan darimu dan
tidak mengingkan kesukaran”. (Q.S. al-Baqarah/2: 185). “Allah akan menjadikan setelah
kesukaran itu suatu kemudahan”. (Q.S. al-Thalaq/65: 7).

Bila kita melihat sisi putih kehidupan ini, maka sesungguhnya masih banyak kebaikan
dalam masyarakat kita. Di samping duka yang kita derita, masih banyak kenikmatan yang
kita rasa. Di samping musibah yang menimpa keluarga, masyarakat, dan bangsa kita,
masih banyak nikmat, karunia, dan rahmat Allah yang kita terima. Buya Hamka dalam
pertemuannya dengan Haji Agus Salim di rumahnya pada Hari Raya berceritera, bahwa di
antara tamu yang hadir di rumah itu meminta pendapat kepada Haji Agus Salim tentang
situasi krisis yang terjadi. Dengan sangat optimis, Haji Agus Salim menjelaskan, bahwa
kini kita dapat berbicara dengan leluasa dan bebas, tidak merasa takut sedikitpun
menyatakan yang terasa di hati. Kalu dulu tidak ada keamanan, kini keamanan itu ada
pada kita. Kita aman karena ada polisi yang menjaga keamanan sekeliling kota ini. Kita
tidak mengenal polisi itu, karena kita tidak perhatian kepada mereka. Tapi mereka itu
mengatur lalu litas dengan sungguh-sungguh. Dalam panas terik mereka berdiri tegak,
dalam hujan lebat mereka menjalankan tugas sesuai dengan tugas yang dibebankan
kepada mereka. Coba hitung, berapa gaji mereka, tapi mereka menjalankan tugasnya
dengan baik. Oleh karena itu moral masih ada. Lebih lanjut, Haji Agus Salim mengatakan
bahwa akhlak masih ada dan utuh. Jika kita melihat ada korupsi dan kecurangan pada
kantor-kantor pemerintah, tapi kita juga melihat bahwa di sana masih lebih banyak yang
tidak berbuat korupsi, yaitu para pegawai setia. Gaji mereka kecil, anaknya banyak tapi
mukanya masih tetap dihiasi dengan senyum kepatuhan. Mereka masuk ke kantor dengan
pakaian kemeja yang itu-itu juga. Karena kesetiaan dan akhlak mereka yang belum rusak,
maka administrasi pemerintah Republik ini masih utuh dan dapat dilanjutkan. Beliau juga
mengisahkan tentang kehidupan para sopir mobil para pejabat, yang hingga larut malam,
memikul tugasnya, tentang istri-istri yang setia, anak-anak yang tekun belajar hingga larut malam. Kalau sekiranya tidak ada orang yang ikhlas dalam perjuangan, tentu tidak akan tercapai kemerdekaan negara ini. (Hamka, 1984: 86-87).

Apa yang dikisahkan Buya Hamka tentang pertemuannya dengan Haji Agus Salim
dimaksudkan untuk mendidik kita agar memperhatikan yang baik di dalam yang buruk.
Beliau mendidik kita untuk tidak selalu melihat baik atau buruk sesuatu yang ada di luar
sana. Beliau hendak mengajak kita supaya menilik ke dalam jiwa kita sebelum melihat
sesuatu. Buya Hamka lantas memberikan pertanyaan-pertanyaan. Dari mana kita
mengetahui adanya krisis akhlak ?. Jawabnya: dari masyarakat. Apakah masyarakat itu ?.
Masyarakat adalah gabungan dari pribadi-pribadi. Adakah suatu pribadi yang semata-mata
jahat saja ?. Adakah pribadi yang semata-mata baik saja ?. Apakah kita sendiri termasuk
pribadi yang semata-mata baik saja ?. Mari kita periksa pribadi kita dengan penuh
kesadaran dan kearifan. Memang pribadi kita tidak semata-mata baik, suci, bersih,
berhasil, dan sukses.

Manusia itu cacatnya amat banyak. Tidak ada satu pribadipun yang lepas dari cacat.
Cuma ada yang ringan ada yang berat, ada yang tidak dapat ditolong bahkan ada yang
sampai stress, linglung, dan gila. Berbagai resep dan obat dibuat untuk menekan atau
megurangi penyakit itu. Setiap pribadi mempunyai naluri ingin kaya, ingin berkuasa, ingin
berpengaruh, dan ingin terkenal. Karena tidak mampu mengendalikan, naluri itu menjadi
penyakit. Kalau kita mencela orang lain karena berbuat aniaya dan tidak adil, apakah kita
dapat menjamin bahwa setelah berkuasa kita tidak berbuat aniaya ?. Buya Hamka dalam
hal ini ingin mengajak kita agar proporsional dalam melihat sesuatu, mengedepankan
semangat ishlah (membangun), bukan semangat saling menyalahkan. Beliau mengajak kita
untuk berpikir positif bahwa di sana masih ada harapan dalam keterpurukan hidup yang
sedang melanda kita. Jangan pernah putus harapan, putus cita-cita, untuk membangun
khair ummah (umat terbaik) menuju kejayaan Islam. Caranya adalah memulai dari ishlah
(membangun dan memperbaiki) pribadi sendiri, kemudian dilanjutkan dengan ishlah
masyarakat, bangsa dan negara.

Pengendalian Diri

Agar kebahagian itu dapat diraih, maka Buya Hamka memberikan penjelasan agar kita
mampu mengendalikan hawa nafsu, tidak memperturutkan hawa nafsu apalagi sampai
mempertuhankannya. Ketika kesuksesan diraih; harta benda melimpah, ilmu tinggi
didapat, dan kekuasaan dipegang, maka seseorang mestinya mengendalikan dirinya untuk
tidak mabuk, sombong dan congkak. Ketika keterpurukan menimpa dirinya; kegagalan,
kebangkrutan, dan bencana menimpa, dia mampu mengendalikan diri untuk tetap tabah,
tawakkal, sabar, dan mencoba bangkit kembali.
Dalam menafsiri ayat 23 Surat al-Jatsiyat, tentang orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya, Buya Hamka menjelaskan bahwa orang yang menjadikan
hawa nafsu sebagai tuhannya, maka Allah akan menutup (menyegel) pendengaran,
penglihatan, dan hatinya sehingga tidak dapat meraih kebenaran hakiki. Dia tidak
sanggup lagi menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Dia menjadi seorang yang
gelap mata, mengerjakan sesuatu tanpa kendali. (Hamka, juz 25: 132-133).
Dicontohkan, bahwa orang-orang kafir Quraisy tidak mau beriman kepada Nabi
Muhammad, karena mereka memperturutkan hawa nafsunya pantang merendah kepada
beliau. Begitu pula kaum Yahudi dan Nasrani tidak mau mempercayai kenabian
Muhammad SAW karena pengaruh hawa nafsu yang tak terkendali dengan terus
memperturutkan hawa kedengkian dan kebencian. (Hamka, juz 15: 133). Oleh karena itu
kebinasaan yang mereka dapatkan dan kehinaan yang mereka temukan.
Kemampuan mengendalikan diri menjadi prasarat bagi terwujudkan
kebahagiaan hidup. Mampu menahan nafsu dalam senang dan susah.
Bersyukur ketika senang dan bersabar ketika susah. Moga kita semua
termasuk orang-orang yang terus berupaya mengendalikan nafsu, agar
keseimbangan hidup dapat diraih, yang pada akhirnya kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat yang kita dapatkan.

Permohonan maaf, jika tulisan ini tidak berkenan bagi saudara,,....ataupun kualitasnya kurang bagus....maka dari itu saran yang membangun kami nantikan.
Read More..

Minggu, 07 September 2008

Inilah kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah. Bergembiralah wahai saudaraku…..................

Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dan lain-lain. Bahkan ketika dalam proses ta’aruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan.

Berikut ini sekelumit apa yang bisa saya hadirkan kepada pembaca agar dapat meredam perasaan negatif dan semoga mendatangkan optimisme dalam mencari teman hidup. Semoga bermanfaat buat saya pribadi dan kaum muslimin semuanya. Saya memohon kepada Allah semoga usaha saya ini mendatangkan pahala yang tiada putus bagi saya.

Inilah kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah. Bergembiralah wahai saudaraku…

1. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS. An-Nuur : 26).

Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah NabiNya. Jadilah laki-laki yang shaleh, jadilah wanita yang shalehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Aamiin.

2. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Mahaluas (PemberianNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur : 32).

Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, “Apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?”

Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus berusaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah.

Allah Mahaadil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah (dengan kewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya), maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rejeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?

3. “Ada tiga golongan manusia yang berhak ditolong Allah, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya.” (HR. Ahmad 2 : 251, Nasa’iy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2 : 160).

Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah SAW dalam hadits ini, “Dan pertolongan Allah itu pasti datang.”

4. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum : 21).

5. “Dan Tuhanmu berfirman : Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min : 60).

Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdo’a kepada Allah niscaya akan diperkenankanNya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdo’a memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut, dan lain sebagainya.

Dalam berdo’a, perhatikan adab dan sebab terkabulnya do’a. Di antaranya adalah ikhlash, bersungguh-sungguh, merendahkan diri, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dan lain-lain.

Perhatikan juga waktu-waktu yang mustajab dalam berdo’a. Di antaranya adalah berdo’a pada waktu sepertiga malam yang terakhir dimana Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia, pada waktu antara adzan dan iqamah, pada waktu turun hujan, dan lain-lain.

Perhatikan juga penghalang terkabulnya do’a. Di antaranya adalah makan dan minum dari yang haram, juga makan, minum, dan berpakaian dari usaha yang haram, melakukan apa yang diharamkan Allah, dan lain-lain.

Manfaat lain dari berdo’a berarti kita meyakini keberadaan Allah, mengakui bahwa Allah itu tempat meminta, mengakui bahwa Allah Mahakaya, mengakui bahwa Allah Maha Mendengar, dan sebagainya.

Sebagian orang ketika jodohnya tidak kunjung datang, maka mereka pergi ke dukun-dukun berharap agar jodohnya lancar. Sebagian orang ada juga yang menggunakan guna-guna. Cara-cara seperti ini jelas dilarang oleh Islam. Perhatikan hadits-hadits berikut yang merupakan peringatan keras dari Rasulullah SAW, “Barang siapa yang mendatangi peramal/dukun, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam.” (Hadits shahih riwayat Muslim (7/37) dan Ahmad).

Telah bersabda Rasulullah SAW, “Maka janganlah kamu mendatangi dukun-dukun itu.” (Shahih riwayat Muslim juz 7 hal. 35).

Telah bersabda Nabi SAW, “Sesungguhnya jampi-jampi (mantera), jimat-jimat, dan guna-guna (pelet) itu adalah (hukumnya) syirik.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 3883), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad, dan Hakim).

6. “Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.” (QS. Al-Baqarah : 153).

Mintalah tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Tentunya agar datang pertolongan Allah, maka kita juga harus bersabar sesuai dengan Sunnah Nabi SAW. Juga harus shalat sesuai Sunnahnya dan terbebas dari bid’ah-bid’ah.

7. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah : 5-6).

Ini juga janji Allah. Mungkin terasa bagi kita jodoh yang dinanti tidak kunjung datang. Segalanya terasa sulit. Tetapi kita harus tetap berbaik sangka kepada Allah dan yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Allah sendiri yang menegaskan dua kali dalam Surat Alam Nasyrah.

8. “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad : 7).

Agar Allah Tabaraka wa Ta’ala menolong kita, maka kita tolong agama Allah. Baik dengan berinfak di jalanNya, membantu penyebaran dakwah Islam dengan penyebaran buletin atau buku-buku Islam, membantu penyelenggaraan pengajian, dan lain-lain. Dengan itu semua, semoga Allah menolong kita.

9. “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Maha perkasa.” (QS. Al-Hajj : 40).

10. “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah : 214).

Itulah janji Allah. Dan Allah tidak akan menyalahi janjinya. Kalaupun Allah tidak/belum mengabulkan do’a kita, tentu ada hikmah dan kasih sayang Allah yang lebih besar buat kita. Kita harus berbaik sangka kepada Allah. Inilah keyakinan yang harus ada pada setiap muslim.

Jadi......Bagaimana Nih....????
Janji Alloh sudah kita pegang nih....???
Read More..

Ketika Cinta Mengetkan Hati....

Terilhami dari syair Nasyid "Permata yang Dicari" yang dilantunkan dengan indah oleh 'Dehearty' sebuah nasyid yang begitu apik.....

Secara Umum dan lupa-lupa ingat syair "Permata yang Kucari" kurang lebih seperti berikut:

Hadirnya tak kusadari....menuai...........hadir insan padaku ini....rahmat ilahi
Halus tutus bicaranya...menarik hatiku untuk mendekatinya,...kesopanannya memikat dihati...mendamaikan jiwaku yang resah ini....
Ya Alloh, jika dia benar untuku dekatkanlah hatinya dengan hatiku...tetapi jika tiada tabahkanlah hatiku dengan ketentuan-Mu....
Dikaulah Permata yang dicari..selama ini baru kutemui...tapi ku tak pasti rencana Ilahi apakahi dia dapat Kumiliki...

Suatu perjalanan Hati "Katakanlah"
ketika kedewasaan mulai tumbuh bersama 3 komponen tubuh: jiwa, ruh dan jasad....

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Huud : 112)

Mohon Maaf jika ada yang tidak berkenan dengan tulisanyang saya buat. Ini hanya sekedar nasehat untuk diri pribadi khususnya dan yang lain pun boleh membacanya. Dan ketika saya khilaf, anda bisa mengingatkan saya dengan tulisan ini.

Flashback dari pernyataan seorang teman. Awalnya ia ragu untuk bercerita karena takut akan kesalahannya . Akhirnya ia mengatakandengan malu-malu, apakah jika ia berbicara terkesan seperti anak kecil, dengan segala tingkah polahnya yang membuat mereka yang ada disekitarnya pasti tersipu dan tersenyum.

Mendengar pernyataan teman sharing ku dalam perjalanan membuat saya jadi tersenyum dan menatapnya. Duhai..manis, kamu kaum hawa dari arah mana pun diatatap dan dilirik tetap saja menarik dan menarik.....Walaupun kamu berusaha menutupnya dengan keperkasaan yang kau sembunyikan rapat-rapat tetap ada celah yang terlihat menjadi dirimu menarik.

Lalu dengan sedikit nasehat dengan berhati2 karena bagaimanapun wanita adalah makhluk yang rasa sensitive lebih besar. Alhamdulilah dengan doa dan kebesaran Allah, ia bisa menerima dengan bijak . Tiada kemarahan dalam dirinya setelah dinasehati karena baginya jika melihat suatu kemungkaran dan kemaksiatan maka marahlah, karena Allah membenci kemungkaran dan kemaksiatan.

Ehm.... wanita, makhluk unik yang dari dulu hingga sekarang menjadi perdebatan . Ia sumber fitnah jika tidak di simpan dalam bingkai Islami. Tapi Allah memberikan banyak surga untuknya jika ia bisa menjaga dirinya dari api neraka. Mestinya kaum Adam cemburu terhadap kaum Hawa dengan fasilitas yang Allah berikan.

Bukan berarti komunikasi dengan lawan jenis dilarang. Tapi Islam turun untuk mengatur akhlak manusia agar tidak salah arah.

Islam Membingkai dengan menarik, apik dan indah: Akhlak bagaimana agar bisa berkomunikasi dengan akhlak Islami ?

1. Komunikasi antara keduanya harus dalam batas ucapan yang baik, tidak mengandung kemunkaran, tidak mengandung hal yang tidak bermanfaat,dsb (QS.33:12)

2. Tidak berkhalwat nyata ataupun khalwat virtual / berduaan antara lawan jenis

3. Menghindari percampuran antara lawan jenis (ikhtilat)

4. Menundukkan pandangan (QS.24:30-31) ada beberapa hal yang dikecualikan seperi pada saat melamar, kedokteran dan jual beli

5. Menghindari posisi syubhat yang memungkinkan munculnya pandangan negatif dari orang lain

6. Bicara seperlunya, dengan tegas dan lugas. Hindari berkata yang mendayu-dayu, merayu dan
Q.S. Al-Ahzab : 32
"Maka janganlah kamu tunduk (terlalu lembut) dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik."

7. Tidak ada jaminan dalam Islam mengangkat pertemanan menjadi adik atau kakak agar menjaga hatinya karena tidak ada ikatan darah di dalamnya yang dapat terjadi ketertarikan satu sama lain.

Berkomunikasi dengan lawan jenis bukan suatu hal yang berbahaya. Tapi siapa yang bisa menjamin sikap seperti itu? Apakah selamanya bisa menjaga hati? Segalanya bermula dari hati, bermula dari Qolbu (hati). Jika hatinya baik, maka segala akan baik tapi bagaiaman jika hatinya buruk?. Karena awalnya dari curhat maka akhirnya menjadi simpati. Simpati karena kagum dengan seringnya berkomunikasi. Ya nggak teman...????


Sekali lagi Maaf Jika tulisan ini tidak berkenan
Read More..

Senin, 01 September 2008

Memaknai Makna Cinta "MAHABAH"

Ada syail lagu yang judulnya "Penantian" dengan syair kurang lebih ........"Penantian adalah satu ujian.....sabarkan ku slalu dalam harapan...karena keimanan tak hanya diucapkan.......dst....sabarkan ku dalam menanti pasangan hati ku..........."

ada lagi syair lagu yang judulnya "Ketika dua hati menyatu".....coba denger...

EHM.....bagi yang sudah siap acungkan tangan.....?
wih...banyak juga ya...itu satu,...dua...tiga......ha....sampek SERIBU...Subhanalloh...
ya..boleh lah...tapi teman saya punya sedikit tulisan sebagai pertimbangan bagaimana kita memaknai kata "Mahabah" ...dalam bingkaian yang benar.

Ayo simak Nih.....!!!

Imam al Qusyairi, pengarang Risâlah al Qusyairiyyah mendefinisikan cinta (mahabbah) Allah kepada hamba sebagai kehendak untuk memberikan nikmat khusus kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Apabila kehendak tersebut tidak diperuntukkan khusus melainkan umum untuk semua hambaNya—menurut Qusyairi—dinamakan Rahmat; kemudian jika irâdah tersebut berkaitan dengan adzab disebut dengan murka(ghadlab).

Masih dalam konteks yang sama, lebih jauh al Qusyairi memaparkan definisi mahabbah tersebut versi kaum salaf; mereka mengartikan cinta sebagai salah satu sifat khabariyyah lantas menjadikannya sebagai sesuatu yang mutlak, tidak dapat diartikulasikan sebagaimana rupa seperti halnya mereka cenderung tidak memberikan pentafsiran yang lebih dalam lagi, sebab apabila cinta diidentikkan dengan kecenderungan pada sesuatu ataupun sikap ketergantungan, alias cinta antara dua manusia, maka mereka menganggap hal itu sangatlah mustahil untuk Allah Swt. Interprestasi yang demikian ini memang lebih cenderung berhati-hati seperti halnya mereka (baca:kaum salaf) sangat menekankan metode tafwîdl dalam permasalahan yang bersifat ilâhiyah.

Kaum Sufi menganggap mahabbah sebagai modal utama sekaligus mauhibah dari Allah Swt, untuk menuju kejenjang ahwâl yang lebih tinggi.

Imam al Ghazâli memposisikan cinta ini sederajat dengan taubat dalam maqâmât. Beliau berpendapat: bagaimana seorang sufi bisa merasakan imanensi ataupun fana tanpa didahului oleh rasa cinta, suatu hal yang mustahil tentunya; bagaimana mungkin qois rela mengakhiri hidupnya demi seorang Laila tanpa ada cinta antar keduanya?, sungguh skenario itu tak akan pernah terjadi.

Fakta ini pun diamini oleh sebagian besar para sarjana muslim; Dr.Faishal badîr ‘aun misalnya, mengatakan bahwa kaum sufi akan sulit menyelesaikan petualangan spiritualnya tanpa dibekali mahabbah yang merupakan anugerah Allah semata; jika tangga awal cinta ini bisa dilalui maka tangga ahwâl selanjutnyapun akan mudah terlewati.

Nah, dalam konteks cinta ilahi ini kaum sufi memakai dalil-dalil dari Al-Quran dan As- Sunnah. Dua ayat al Quran yang sering dijadikan landasan ialah ayat ke 31 dari surat ali ‘imran dan ayat ke 54 surat al Maidah.

Kedua ayat ini menempati posisi penting dalam budaya “bercinta” seorang sufi; karena secara tersirat atupun tersurat, keduanya mengisyaratkan bahwa cinta yang terjadi antara Tuhan dan mahluk-Nya adalah sebuah keniscayaan, pasti terjadi.

Namun bukan berarti cinta itu terjalin begitu saja melainkan buah hasil dari mujâhadah yang kontinyu dan berkualitas.

Al Wâsithî mengkomentari ayat kedua di atas terutama pada lafadz “yuhibbuhum wa yuhibbûnahu” bahwa Allah Swt dengan dzat-Nya akan mencintai mereka (hamba-hambanya-Nya) seperti halnya mereka mencintai sang Khâliq dengan dzat-Nya yang suci.

Dengan demikian huruf ha’ yang terdapat di situ kembali kepada dzat bukan sekedar sifat-sifat, dalam artian secara hakiki cinta tersebut memang benar adanya.

Berangkat dari sini maka kaum sufi melegitimasikan budaya cinta mereka serta meniscayakan hal tersebut. Apabila sebuah tradisi itu terlegalisasi dalam Al-Quran, mengapa tidak mencoba untuk diterapkan?.

Tradisi ini diperkuat lagi dengan beberapa Hadits Rosululloh Saw yang terjamin keabsahannya. Salah satu contohnya hadist Qudsi yang diriwayatkan Anas bin Mâlik;

Dalam matan hadist ini Allah Swt berfirman :

“….Hatta uhibbuhu… “

yang berlanjut dengan sebuah statemen yang lebih konkret;

“…waman ahbabtuhu kuntu lahu sam’a….,”

yang jelas merupakan manifestasi dari cinta Dzat Abadi ini.

Masih banyak dalil apologik yang melandasi salah satu tradisi suci kaum sufi, seperti dua hadits riwayat Abu Hurairah dengan rawi pertama Na’îm abd al Mâlik dalam hadist pertama, sedangkan ‘Alî bin Ahmad bin ‘Abdân sebagai perawi pertama dari hadist kedua.

Nah, dalil dalil di atas—baik Al-Quran maupun As-Sunah—mereka sinergikan sedemikian rupa menjadi—kalau boleh disebut— “landasan hukum” yang memang absah dan terjamin legalitasnya, ya, tentunya bersumber dari Dzat yang Maha Mengetahui.

Kemudian mengenai konteks cinta secara garis linier seorang hamba kepada Khaliqnya—menurut penulis—sangatlah relatif, tidak bisa digeneralasikan pengertiannya. Hal demikian disinyalir oleh deveritas pemahaman tentang cinta itu sendiri.

Al Qusyairi menyebutkan ada banyak definisi tentang mahabbah;dari sekian pentafsiran tersebut—jika kita lihat—sangatlah berkaitan dengan pengalaman (tajribah) pribadi seorang sufi yang mungkin berbeda satu sama lain.

Abû Yazîd al Basthâmî mendefinisikan Mahabbah sebagai sikap menganggap sedikit sesuatu yang banyak yang berasal dari diri kita dan menilai hal sedikit yang bersumber dari kekasih kita sebagai sesuatu yang besar.

Berbeda dengan al Junaid, guru al Hallâj yang akrab dengan julukan sayyid al Thâifah mengartikan kata yang bernilai sufistik ini dengan masuknya sifat-sifat Dzat yang dicintai mengganti apa yang ada di jiwa sang Pecinta; mendorong seorang pecinta untuk tidak mengingat selain Dzat tersebut serta melupakan dan mencampakkan secara total sifat-sifat yang dulunya melekat di dirinya. Namun bagaimanapun persepsi orang, pentafsiran tersebut tidak boleh keluar dari landasan hukum di atas.

Mengenai kapankah budaya cinta ini mulai mentradisi; ’Abd al Rahmân Badawî menyebutkan bahwa Rabi’ah al ‘Adawiyyah (beliau terkenal dengan julukannya Syahîdat al’Isyq al Ilâhî, hidup pada masa khalifah Harun al Râsyîd) adalah sufi pertama yang mengumandangkan syiar “bercinta” ini.

Berangkat dari sini—seperti yang dipaparkan Abd al Rahmân Badawî —, ada sebuah polemik yang menarik; tentang dialektika yang terjadi antara tiga istilah yang berbeda, namun sering kita salah artikan yaitu :al ‘Isyq, Mahabbah dan al Khullah.

Dialektika ini terjadi karena ada persamaan diantara ketiga istilah tersebut, meskipun pada akhirnya kesemuanya tidak bisa bertemu di satu titik kesepakatan. Mengenai hal ini massignion mengatakan bahwa Abd al wâhid bin Zaid berpendapat bahwa kalimat i’syq lebih diakui dalam perbincangan mengenai Allah, karena lanjutnya kalimat mahabbah tidak sesuai dengan Al-Quran dan merupakan warisan yahudi dan kristiani. Namun bagaimanapun, kata Mahabbah yang dipilih Abân bin Abî ‘Ayyâsy dan diamini beberapa tokoh lain seperti Rabî’ah sendirilah yang akhirnya lebih mendominasi sampai sekarang.

Abd al Rahmân Badawî menegaskan Mahabbah merupakan satu-satunya lafadz yang tertulis dalam Al-Quran dan As-Sunnah; Sedangkan termasuk Isyq sendiri adalah sebuah ibarat tentang cinta yang berlebihan, tentunya Islam tidak mengajarkan itu apalagi secara legal formal seperti apa yang Abd Al Wahîd usulkan, bagaiamana mungkin seorang hamba bisa mendapatkan takaran cinta lebih dari apa yang telah ditakdirkan?.

Mengenai al Khullah, pengarang kitab Jâmi’ al ushûl mengatakan asal mula kata ini adalah Khalla al Syai fî al syaii (menyatunya dua hal yang berbeda); kondisi inilah yang sering diartikan sebagai kondisi gugur kewajiban, karena kedekatan antara seorang hamba dan Khaliqnya maka—menurut pemahaman sufi tersebut—ia pun terbebas dari syariat, tak ada perintah dan larangan apalagi sekedar halal dan haram.

Untuk hal yang satu ini (gugurnya kewajiban, karena kedekatan antara seorang hamba dan Khaliqnya) jelas berseberangan dengan koridor agama, karena bagaimanapun Ibrahim as adalah Khâlilullâh namun ia sendiri tidak begitu saja meninggalkan kewajiban terlebih melanggar halal haram seperti yang disebutkan.

Terakhir kali, jika Râbi’ah dalam Syairnya pernah berkata bahwa ia mencinta Tuhannya dengan dua cinta; cinta hasrat dengan melupakan segala sesuatu selain-Nya dan cinta karena Dialah Pemilik cinta itu, agar ia pun bisa melihatNya tanpa ada hijab yang menghalangi.

jika cinta sejati itu benar adanya; cinta abadi yang tak bertendensikan duniawi, maka inilah cinta sejati.

Kawan… Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang-orang yang Cinta kepada Sang Kholiq dan utusan-Nya…. Amien Allohumma Ya Robbal a’lamien….

Wallohu a’lam bish-shawab,
Read More..

Lubang Biawak

Rasulullah saw pernah bersabda yang mafhumnya:
"Sungguh, kamu akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga sekalipun mereka masuk ke dalam lobang biawakpun kamu akan mengikuti mereka juga." Para sahabat berrtanya:"Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?" Jawab Rasulullah:"Siapa lagi."


Rasulullah saw karena fathonahnya, mampu memperkirakan dengan ketepatan yang tinggi apa yang bakal terjadi pada umatnya. Sebenarnya umat Islam sangat beruntung dipimpin oleh Rasul saw yang memiliki ketajaman penglihatan demikian tinggi. Seharusnya ramalan itu segera diantisipasi dengan baik sehingga meski umat lain benar-benar terjerumus ke dalam lobang biawak, hal itu tidak perlu terjadi pada kita. Sayang ramalan itu telah dianggap sebagai satu keniscayaan yang mesti terjadi di tengah-tengah kita, sehingga kita lengah dan ramalan itupun benar terbukti dengan disertai berbagai konsekuensi negatifnya.

Kalau ada di antara orang Yahudi yang rakus harta seperti kera yang hina, di antara umat Islampun juga ada. Kalau di antara orang Yahudi banyak yang tidak faham akan kitabnya, seperti keledai, maka di antara umat Islampun banyak yang beramal hanya karena taqlid, bukan karena ilmu. Kalau banyak di antara orang Nasrani yang keras hatinya karena jauh dari kitabnya, maka di antara umat Islampun banyak yang hatinya membeku seperti batu, tak mempan diingatkan dengan ayat-ayat Allah. Kalau ada di antara orang Nasrani yang mendewakan pendetanya, di antara umat Islampun banyak yang mendewakan kyainya. Kalau sudah demikian lalu apa bedanya kita dengan mereka? Peringatan Rasulullah saw yang mestinya kita sikapi dengan sami'na wa atho'na itu ternyata hanya kita dengar lalu kita ingkari (ashoina).

Baiklah, yang sudah ya sudah. Mulai saat ini mari kita umat Islam yang diperintah Allah untuk menjadikan Al Qur'an sebagai Imam benar-benar kita laksanakan. Sorotkan sinar Al Qur'an ke depan sebelum kita melangkah. Konsultasi, tanya dulu kepada Al Furqon, baru kita melangkah. Tidak layak kita sebagai umat terbaik yang mestinya memberi contoh kebaikan kepada orang lain justru hidupnya hanya sekedar ikut-ikutan. Mengikuti arus tidak punya kekuatan, seperti buih, na'udzubillah.

Rujukan kita adalah Al Furqon. Soal narkoba, tanya dulu Al Furqon. Apa dia bilang, budaya kafir? Kita tinggalkan. Pornografi dan pornoaksi, apa kata Al Furqon? Budaya jahiliyyah? OK, talak tiga untuk pornografi dan pornoaksi. Menipu, berbohong, curang, tidak amanat, apa kata Al Furqon? Itu kebiasaan munafik. Sayonara, kita punya cara hidup yang lebih mulia. Valentine's day? No way, itu budaya baru yang disusupkan oleh para pengumbar hawa nafsu.

Dengan membiasakan sikap seperti ini, insya Allah umat Islam akan memiliki pendirian yang tangguh dalam beramal dengan ilmu yang benar, Al Furqon. Tidak hanya sekedar ikut-ikutan yang akhirnya menjadi penyesalan selama-lamnya, fiidunya wal-akherat.
Read More..