Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 16 Juni 2009

JERIH PAYAH PENCARIAN ILMU

Seting dimulai di dalam ruangan keluarga

(Mad Rosyad memandangi ummi dan abahnya bergantian. Ia merasa berat meninggalkan keduanya, namun tekadnya begitu kuat, ia ingin benar-benar mewarisi semangat Nabi Ibrohim as)

Mad Rosyad : (Sambil menangis dan terus memandangi keduanya) “Bah, Mi, aku tidak akan berhenti mencari ilmu dan belajar sebelum sampai ke pertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun {QS. 18:60}”

Ummi : (menangis, teringat perkataan Nabi Musa kepada muridnya yang pernah ia kaji dari Ustadzah Rohanah di musholla putri, tangisnya bercampur bangga dan bahagia)
Mad Rosyad : “Bah………….do’akan Mamad”

Abah : (Menepuk-nepuk pundak Mamad, abah ak mampu mengucap sepaah kaapun karena ia amat bangga pada diri mamat, harapannya hanya satu bahwa mamad pulang nanti akan jadi orang yang alim di kampungnya)

Ummi : (ibu melepas cincinnya) “Cung, ini cincin Ummi, kamu bisa menggadaikannya di kota, dan ini……….”(Umi mengeluarkan lembaran lima puluh ribuan dari dalam setagennya dan melanjutkan perkataannya.), “Untukmu, untuk sebuah ilmu ini tidak ada artinay”
Mad Rosyad : (Mad Rosyad kaget, uang itu terlalu banyak untuk orang miskin seperti keluarganya, setengah juta jumlahnya, uang ini tentu hasil jerih payah Ummi selama bertahun-tahunsebagai seorang beruh tani ‘dalam hati Mad Rosyad sangat bergejolak’)”Mi………..jangan ini engkau berikan pada Mamad seluruhnya, uang ini terlalu banyak dan Ummi tentu lebih membutuhkan”.
Ummi : “sungguh Cung, uang ini tidak ada artinya dibandingkan ilmu yang akan egkau dapatkan, (Ummi, sambil menepuk bahu Mad Rosyad dan membelai rambutnay) “Bawalah, ini akan sangat bermanaat bagimu. Hati-hati membawa uang, Ummi dengar di kota banyak perampok”
Mad Rosyad : (Mad Rosyadberangkat setelah mencium tangan Ummi dan Abahnya denagn takdim, ia membawa tas rangsel hijau kusam, dengan pakaian yang seadanya). ‘Mad Rosyad hanya membawa niat Bismillahi tawakaltu alallohi, ia pergi meninggalkan kampungnya, Dukuh Bekut, sebuah perkampungan Madura yang terletak di Malang selatan yang belum pernah ditinggalkannya. Eanam tahun sekolah di MI dan 6 tahun ia mondok di pesantren ki’ai Mas’ud sekitar 1 kilometer dari rumahnya. Kini ia lulus dan mendapatkan sayahadah. Dari pondok saja ia mendapat dispensasi gratis tanpa biaya, dan dia tidak termasuk murid cerdas, ia merasa malu kalau mau bertanya pada pak ki’ai tempat untuk menuntut ilmu yang pada saat ini hasratnya menuntut ilmu semakin menggebu, hanya pada Ummi dan Abahnya saja ia berani menyatakannya.
Ummi : kamu mau belajar kemana, Cung…………….? (ummi sambil terus memandangi anaknya)

Mad Rosyad : Ke kota, MI, Mamad dengan Gus wahid putranta pak ki’ai belajar di kota. Nama pondoknya Universitas Muhammadiyah, aku mau mondok disana. (Meyakinkan Abah dan Ummi) Pokoknya Mamad mau mencari pondok itu sampai ketemu, dan menjumpai kia’inya. Bukannya Alloh maha penolong ? lebih-lebih untuk sebuah kebaikan, iya kan MI, Bah ?

(Umi dan Abah saling tersenyum saat itu. Senyum yang bagi Mamad merupakan pelecut bagi tercapainya cita-citanya. Mamad bersenandung kecil meninggalkan kampungnya, di perjalanan ia mengambil bebatuan dan menggenggamnya, entah apa tujuannya).

Seting di perjalanan, masih dalam kampung Mad Rosyad, (monolog)

Mad Rosyad : “Ah………ada untungnya kampungku belum diaspal, hanya bebatuan yang tertata di pinggir jalan, agar jika hujan tidak becek. Aku tidak sanggup menghitung berapa banyak bebatuan yang kulewati, padahal kata pak ki’ai ‘setiap batu yang dilewati akan mendo’akan orang-orang yang berjalan mencari ilmu karena Alloh’, Subhannalloh, terima kasih”.

(Mad Rosyad mencium batu itu dengan lugu, kemudian melemparkannya ke pinggir jalan. Ia terus berjalan, dan saat ia melewati sungai ia berhenti sesaat)

Seting di tepi sungai.

Mad Rosyad : “Dan ikanpun turut mendoakan?”

(Mad Rosyad tersenyum , sambil bergaya merasa dirinya di hari ini adalah orang yang penting, ia berlaga desah do’a seluruh mahluk seolah didengarnya. Bahkan ia merasa dijaga oleh berjuta malaikat. Jalan tiga kilo tak terasa pegal dikakinya)

Mad Rosyad : (monolog) “Seperti apa ya kota Malang”.
(Mad Rosyad sekalipun belum pernah kesana. Hari-harinya tak penah kosong, ia harus berulang-ulang menghaal tulisan Arab asli, apalagi ia menyadari otaknya tidak seencer teman-temannya. Kalaupun nganggur ia memilih ke kebun atau membuat kerupuk uli dan keripik singkong, Mad Rosyad sayag kalau uangnya sia-sia digunakan untuk jalan-jalan, ia lebih memilih menabung, agar kelak bisa digunakan untuk mencari ilmu atau membeli buku)

seting masih diperjalanan atau dalam kendaraan, masih berdialog secara monolog.

Mad Rosyad : “wah, pondoknya Gus Wahid pasti hebat, Gus wahid kan orang hebat.”

(Mad Rosyad tidak bisa membayangkannya)

Mad Rosyad : “Nah itu dia angkudesnya”.
(Mad Rosyad melambaikan tangannya sehingga angkutan berwarna kunini itu berhenti, hatinay deg-degan, menantikan angkutan desa menuju tujuan)

Seting dalam angkutan desa

Kerned : (menanyai Mad Rosyad) “Nang ndi, Cak……..?”

Mad Rosyad : “Ke kota”

Kerned : “Iya, kotanya mana? Angkutan ini memang mau ke kota, ke terminal Arjosari atau mana?”.(Mad Rosyad celingukan dan kerned melanjutkan pertanyaannya), “Yen bingung ojo lungo dewekan opo’o Cak ?! “
Mad Rosyad : (Mad Rosyad grogi menjawab), “Anu……..turun pondok”

Kerned : “Pondok’e jenenge opo ?”(kerned angkutan bertanya lagi)

Mad Rosyad : “Anu……….pondok…………..pondok Universitas Muhammadiyah”.

Kerned : (Heran) “Pondok Universitas Muhammadiyah yo’opo seh……….?

Sopir : “Jarno opo’o, maksude paling yo Unmuh” (kata pak sopir sambil tersenyum) “Sampeyan turun neng Arjosari terus numpak mikrolet ADL cak, bilang saja turun pos jangan turun pondok” (Pak supir menambahi)

Mad Rosyad : ”Matursuwun” (Mamad menimpali).

Seting berada di terminal Arjosari.
(Begitu sampa di terminal Arjosari, Mad Rosyad mengikuti petunjuk pak sopir, maka selamatlah ia sampai di tujuan, namun ketika ia turyn Mad Rosyad bingung)

Seting berada di luar terminal landungsari

Mad Rosyad : “Ramai sekali ternyata kota malang ini, lalu mana yang namanya pondok Universitas Muhammadiyah itu ?”
(Ia masih berada di selatan jalan tempat ia turun dari mikrolet tadi, kepalanya menoleh ke gedung disebelahnya)

Mad Rosyad : “Revolusi, Ah……..bukan itu”.
(Ia memperhatikan sebelah utara sambil berjalan ke arah barat) ‘monolog’

Mad Rosyad : “Banyak gedung-gedung, mungkin itu, kata Gus wahid, tempat belajarnya gedung-gedung bertingkat. Pasti itu………..”
(Mad Rosyad menyeberangi jalan. Kantor pos …..dibaca tulisan-tulisan yang ada disana)

Mad Rosyad : “Mana yaa……….pondoknya ?
(Ia berhenti di depan kantor pos, diperhatikannya pemuda-pemuda seusia Gus Wahid yang lauu-lalang)

Mad Rosyad : “aku pasti keliru, masak anak pondok kok pakaiannya begitu?. Yang laki-laki celananya aneh-aneh, yang perempuan lebih-lebih. Wah ……….kalau di kampung pasti sudah menjadi bahan gunjingan. Ih…………itu malah boncengan laki-perempuan. Astagirulloh, kok aku Suudhon. Mungkin itu cacak sama adiknya. (melanjutkan pembicaraannya sendirian sambil mengamati sekitarnay), Tapi……….itu, itu ada yang pakek kerudung. Dan yang sana itu………ada yang seperti Gus wahid pakaianya, pakai baju koko.” (Menenangkan diri dan pikiran buruk analisanya) “He………he………, seperti bajuku juga. Ah ………..mungkin pondoknya masih disana”.

(Mad Rosyad pun berjalan lagi, ia terkagum-kagum melihat bangunan yang begitu indah dan megah, ia masih terus berjalan, muter-muter dengan decak kagum juga dengan ketidak mengertian, hingga sampai ia disebuah bangunan yang luas yang sangat ia kenal)

Mad Rosyad : “Alhamdulillah, alhamdullilah” (tanpa melihat kiri-kanan ia langsung sujud sukur di tanah. Para mahasiswa yang melihatnya hanya terheran-heran, setelah sujud syukur ia melanjutkan perkataanya) “Alhamdulillah, duh Gusti Alloh, akhirnya ketemu juga yang hamba cari”. (ia bergegas masuk Universitas Muhammadiyah Malang)

Seting di depan masjid

Mad Rosyad : (Monolog), “Subhanalloh, masjid kok indah sekali, kalau begitu benarlah, ini memeng pondok. Buktinya di dalamnya ada masjid, Megah lagi………”
(Mad Rosyad langsung ke tempat wudhu, dengan rasa mengharu biru, ia tunaikan sholat tahiyatal masjid, namun belum lagi ia menghadap kiblat, dijumpainya sebuah kotak besar di depan pintu)

Mad Rosyad : “Kotak amal, waaahh…………aku harus menginakkan sebagian uangku. Bukannya aku mondok disini? Untuk sebuah ilu ini tidak ada artinya…….”
(Ia memasukkan selembar lima puluh ribuan, setelah itu ia baru sholat dua rakaat dengan khusuk, dua mahasiswa aktivis yang sedang berdiskusi di situ merasa agak aneh dengan kehadiran Mad Rosyad, kopyah hitamnya yang sudah menjadi kumal, bajunya, tasnya, jalannya sangat berbeda. Kehadiran orang dengan penampilan Mad Rosyad di kampus itu tidaklah biasa, begitu setelah Mad Rosyad selesai sholat, kedua mahasiswa tersebut menghampirinya dan mengajaknya bersalamana, Mad Rosyad mengawali pembicaraan)

Mad Rosyad : “Saya Mad Rosyad, biasa dipanggil Mamad, boleh saya kenal cacak-cacak ini ?”

Mahasiswa : “Saya Mitah, ini arid. Cak mamad dari mana?”

Mad Rosyad : “saya asli Bekur, perkampungan Madura di Malang selatan, tujuan saya kemari mau mencari pondok.”

(Dua mahasiswa itu saling berpandangan)

Mad Rosyad (melanjutkan perkataanya) ”Saya yakin, pondok itu ada di sini. Namanya Pondok Universitas Muhammadiyah. Saya ingin menimba ilmu di pondok itu, dan saya sudah mendapatkan syahadah dari pondok ‘Roudhotul Ulum’, tempat saya mencari ilmu sebelum saya kesini”.
(Mad Rosyad mengeluarkan syahadanya dan memberikannya kepada kedua mahasiswa tadi)

Mad Rosyad : “Saya tidak mau berhenti belajar walaupun sudah mendapatkan syahadah, saya pengen terus menerus mencari ilmu. Dan saya mendengar di kota ini ada pondok yang hebat”.

(Kedua mahasiswa itu saling mencermati pelajaran-pelajaran yang ada dalam ijaza atau syahadah menurut istilah Mad Rosyad. Banyak sekali mata pelajarannya, ada tajwid, hadits dan ulumul hadits, iqih dan ushul iqih, al-Qur’an, dll)

Mahasiswa : “Cak mamad tidak ada pondok Universitas muhammadiyah disini”. (Mitah menjawab)
(Warna cerah di muka Mad Rosyad berubah seketika. Mendung bergayut, kepalanya menunduk menahan pekatnya awan yang bergelantung di raut mukanya. Tak lama ia berguman)

Mad Rosyad : “Mana mungkin…………?”
(Kedua mahasiswa itu merasa kasihan)

Mad Rosyad : “Cacak berdua, saya tak yakin, Putra Ki’ai saya mondok disini, saya tidak berbohong dan tidak mungkin saya salah dengar, ia mengatakan bahwa saat itu ia menimba ilmu di Universitas Muhammadiyah.”

(dua mahasiswa itu saling menatap dan kemudian tersenyum)

Mad Rosyad : (melanjutkan perkataanya) “Saya yakin, cacak ini orang baik-baik, jangan bohongi saya. Jangan halangi saya untuk menuntut ilmu. Murka Alloh atas kalian jika kalian berbohong !, (melanjutkan perkataanya) Sekarang, tolong antarkan saya menemui pak ki’ai pondok ini, saya bersedia menjadi kacungnya asal saya bisa mondok disini”.
(Kedua mahasiswa tersebut terharu mendengar perkataan Mad Rosyad, bahkan ereka merasa malu dan merasa tersindir, betapa semangat itu akhir-akhir ini melemah, teruitama di bidang eksak yang kini menjadi jurusannya)

Mahasiswa: “Cak Mamad, Universitas Muhammadiyah itu memang ada, tapi bukan pondok, itu sekolahan, kampus istilahnya.”

Mad Rosyad : “Jadi…………jadi, aku salah alamat?” aku punya syahadah, barangkali itu bisa dipertimbangkan. Tidak mengapa mencari ilmu disekolahan. Toh aku melihat banyak perempuan berkerudung dan laki-laki berpenampilan seperti cacak-cacak ini. Persis Gus wahidd, berjengod, jidad hitam, berbaju rapi. Aku yakin bisa, bukankan aku sudah lulus dari pondok pak Ky’ai?, (ia bicara dalam hati)”.
(Mad Rosyad melanjutkan pembicaraannya pada kedua mahasiswa tet\rsebut)

Mad Rosyad : Cak……..biarlah, disini saya juga mau. Sekolah ini pasti bagus. Buktinya, putra pak Ki’ai saya sekolah disini dan saya mengenalnya sebagai lelaki yang soleh. Tolong antarkan saya, saya mau sekolah disini, saya punya syahadah”.

(kedua mahasiswa itu kembali saling berpandangan, rasa iba menjalar ke seluruh sanubarinya, keduanya menyadari memupus keinginan menuntut ilmu laki-laki di hadapannya tidak baik, namun keduanya tidak mempunyai solusi).

Mad Rosyad : “Kebnapa kalian diam ?, tidakah kalian senangjika ilmu Alloh dipelajari oleh orang lain? Atau kalian tidak suka karena Mad Rosyad hanyalah orang kampung, miskin dan kotor? Oh……….andaikan semua manusia adalah pak ki’ai, andaikan semua manusia adalah Gus wahid, tentu Alloh mempermudah jalan bagiku untuk mencicipi sebagian samudra ilmunya”

(kedua mahasiswa itu terperanjak)

Mahasiswa : “Siapa Gus Wahid itu, Cak ?”

Mad Rosyad : “Ia putra pak ki’ai, aku kenal baik dengannya, bahkan aku sering memijatnya, jika aku memijatnya ia selalu menceritakan teman-temannya yang begitu baik. Gus Wahid orangnya sangat baik, ia hanya tersenyum jika disela-sela memijat saya sempatkan menulis cerita-cerita hebatnya. Maka saya yakin pondok Universitas Muhammadiyah itu ada, sebab ada di catatan saya”. (Jelasnya menggebu, dan ia melanjutkan perkataannya dengan lirih) “tapi…….Gus Wahid tidak pernah menyebutnya pondok”

(Salah satu mahasiswa berkata)

Mahasiswa : “ Mi, Gus wahid yang dimaksud Cak Mamad ini pasti Abdul Wahid, Ketua lembaga Dakwah Kampus Kita”.

Mad Rosyad : “Betul , namanya memag Abdul Wahid”

Pembicaraan lirih farit Didengar oleh Mad Rosyad Belum lagi menyelesaikan pembicaraan , sang ketua LDK muncul “ Assalamualaikum ….

Wahid terheran-heran melihat sosok dihadapannya. Sementara sosok itu menyambut dengan gembira pertemuan yang tak terduga. Ia langsung bangkit dan mencium tangan putra pak kiyai yang dikaguminya.

“Alhamdulillah, Alhamdulillah. Gus … Allah SWT memang maha welas asih.” Ia pun sujud syukur dalam kebahagiyaan yang memuncak.

Mad Rosyad menceritakan panjang lebar maksud kedatangannya, sampai Allah SWT menuntunya di rumah- Nya.
Abdul Wahid dengan penuh senyum mendengarnya.

“Inilah pertolongan Allah SWT itu Gus, Allah SWT maha tau, bahwa Mad Rosyad ini benar-benar ingin meneguk ilmu- Nya”
“Cak, cacak jangan sedih ya… pondok yang ada di sini ini adalah tempat Wahid mencari ilmu, bukan seperti pondok Bapak. Ini sekolahan seperti sekolahan MI di kampung kita itu. Tidak ada kiayinya, adanya kepala sekolah, namanya Rektor. Nah, syahadah ini tidak bisa untuk menuntut ilmu di sini.”

Mad Rosyad lemas mendengarnya, badannya yang tadi duduk tegap penuh semangat, kendor seketika. Tak lama ia menangis terguguh ….
“Sungguh malangnya Mad Rosyad ini, ia hanyalah pemuda miskin yang bodoh. Untuk menjadi ustad di kampung tak ada yang mempercayainya. Untuk menjadi santri tak ada yang menampungnya. Sungguh malang Mad Rosyad ini, kepulangannya hanya akan membuat sedih Ummi dan Abah. Menghancurkan harapan dan cita-cita, menjelmakan butiran-butiran air mata. Duh Gusti Allah, hamba-Mu, mad Rosyad ini tetap percaya belas kasih- Mu. Oleh karenanya, tolonglah berilah jalan untuk mencicipi luasnya ilmu – Mu.”

Mad Rosyad menghapus air matanya dengan saputangan lusuhnya. Miftah, Farid dan wahid sangat terharu. Belum pernah mereka menemuhi seorang yang begitu besar semangatnya dalam mencari ilmu.

“Cak, Insya Allah wahid bisa membantu, tapi tolong ceritakan bagaimana Cak Mamad bisa mempunyai semangat yang demikian berlipat-lipat.”

Mad Rosyad tegak kembali. Semangatnya yang nyaris hancur ia tata dan kumpulkan. Wajahnya memerah pertanda harapan itu makin dekat di hati. Harapan yang membuat hidupnya penuh semangat, yang membuatnya sabar melampaui ketidak mengertian-ketidak mengertian, kesulutan-kesulitan untuk mencapai pemahaman.

“Ayo Cak, ceritakan kepada ku, pada kami ?”
Mad Rosyad merasa dihargai dengan permintaan putra kiayi itu, maka dengan sangat bahagia ia membuka tas dan membuka buku catatannya.

“Ini dia …. Ini dia Gus Wahid, ini pelajaran dari Ummi, dan Ummi mendapatkannya dari Ustadzah Rohannah. Aku tak pernah melupakannya. Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai kepertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan bertahun-tahun.”

“Ceritakanlah kepada kami hal itu, Cak ?” ungkap Miftah
“Benar, aku juga ingin mendengarnya agar bisa mempunyai semangat seperti Cak Mamad”

“jangan seperti saya, saya hanyalah pemuda kampung yang miskin dan bodoh. Tapi punyailah semangat Nabi Musa. Ummi ku menceritakan dari Ustazhah Rohannah, Usradzah Rohannah adari al- Qur’an. Nabi Musa berjalan bersama …. Sebentar, tulisannya tidak begitu jelas. Yus …. Oh iya, Yusya bin Nun. Beliau berkata, bengan perkataan yang sangat saya hafal, sebab itu adalah pompa semangat saya”

“Subhanallah, catatanmu lengkap sekali, cak” wahid menepuk pundak Rosyad
“Sebentar, cak, wahid harus musyawarah dulu dengan teman-teman sebagaimanabaiknya. Tapi jangan khawatir, Cak mamad akan bertemu dengan hamba allah SWT yang sholeh untuk menuntut ilmu.”

Saat itu pula di masjid kampus Universitas sedang ada rapat pengurus. Maka, tuntaslah permasalahan Mad Rosyad yang ingin menuntut ilmu. Selepas maghrib acara itu selesai. Cak Mamad menunggu dengan sabar apa yang akan disampaikan oleh Gus Wahid. Ia merasa bersyukur bertemu dengan orang-orang yang baik. Di mesjid itu ia berdzikir dan membaca Al- Qur’an. Waktu yang berlalu tak terasa lama, walaupun ia menunggu dari pagi hingga lepas senja.

“kabar gembira untukmu, Cak”
“alhamdulillah”
“Kalau Cacak setuju, Cacak bisa tinggal di sini”
“Di sini ? Di masjid Universitas ini “
“ya, di masjid Universitas ini”
“Alhamdulillah”
Ia langsung sujud syukur, setelah itu menciun tangan putra kiyai itu dengan penuh cinta dan rasa hormat.
“cak, disini ada dua kamar. Satu kamar untuk murid sini, satu kamar untuk cak Mamad”
“apa aku bukan murid, Gus?”
Wahid tersenyum

“Cak Mamad kan nanti nyantrinya di masjid sini, kalau murid namanya mahasiswa Cak, dan nyantrinya di gedung-gedung bertingkat itu, cak, belajarnya, macem-macem, nah, kalau sekolahnya selesai nanti, ada yang jadi dokter, tukang listrik, tukang bangunan, macem-macem.”

“tukang saja sekolahnya di sini ya, Gus>”

“Bosnya, cak.”

“Terus Cacak nanti gembira, Gus?.” ” Di mesjid sini sering ada ngaji, Cak. Ya hadits, tafsir, siroh, macem-macem. Cak Mamad bisa belajar nanti, bersama saya dan teman-teman. Selain itu Cak Mamad bertugas menjaga masjid ini, bersih-bersih, ya nyapu, ngepel, menguras bak mandi, dan sebagainya.”

“Alhamdulillah, terimakasih Gus, terima kasih. Hidupku memang untuk mengabdi kepada- Nya. Sungguh mulia menjadi penjaga rumah Allah SWT ua, Gus.”

Mata Mad Rosayad berkaca-kaca. Rasa syukur benar-benar terpancar dari wajahnya.
“Gus, berapa bayarnya ?”
“Bayar apa, cak ?”
“Nyantri di sini”
“Gratis Cak” wahid tertawa kecil
Cacak bener lho, Gus. “
“Gratis, cak, wahig tidak bohong, malah Cak Mamad digaji karena menjaga masjid ini.”
“kasihan Ustaznya, Gus.”
Mad Rosyad mengambil dompet dari saku bajunya, dihitungny aung dua lima ratus ribu dari Umminya, kemudian diserahkan kepada wahid Ahmadi
“cacak bertereima kasih kepadamu. Gunakan ini untuk para Ustadz dan apa saja yang membantu pengajaran di sini”
“sudahlah, cak. Cacak lebih membutuhkannya, lagipula ngaji disini gratis dan seperti yang wahid katakan, cak Mamad malah digaji.”

“Terima kasih, Gus. Kata Ummi. Uang tidak ada artinya dibanding ilmu yang cacak dapatkan, biarlah jangan halangi Cacak untuk mengiklaskan uang ini. Sekali lagi, ini tak berarti. Soal gaji, itu berbeda dengan ini. Ayolah, Gus …”

Gus Wachid sangat terharu , . Bagaimanapun gak mungkin infak ditolak . Ia menerima dengan perasaan yang sulit diunkapkan . Lima ratus ribu sangat besar bagi Mad Rosyad namun itulah mulianya ia menghargai ilmu . Alhamdullilah kngkau telah melakukan amanah ummi dari tanganku , ya ALLAH emoga barokah “.Mad Rosyad sujut sukur lagi . Mulai sekarang Cak Mamat boleh menempati kamar itu dan ada satu kali lagi tugas cacak

(Mad Rosyad yang sedang membersihkan tasn berhenti, ia menunggu do’a yang akan dipakai putra kiainya itu)

Sehabis maghribcacak harus mengajari ngaji para mahasiswa. Jangan lupa tajwidnya, Wahid tahu, ngajinya cak Mamad jempol. Soal tajwid catatan Cak Mamad kan lengkap. dItambah lagi tiap Jum’at sore cak Mamad harus mendongeng untuk anak-anak TPA di Masjid”.

Mad Rosyad : *mElongo) Tugas yang tak pernah diduga, nyantri dan jadi Ustadz ……..?”

(kali ini matanya bukan hanya berkaca-kaca, tapi menangis, bahkan tangisnya bersuara. Wahid Ahmad menepuk-nepuk pundaknya)

Read More..

Sabtu, 13 Juni 2009















Bunga sakura dari Jepang yang digemari salah satu saudaraku.... blog Bunga Sakura ini khusus ku persembahkan untuk mu, sebagai kegigihanmu tuk perjuangkan............aku haraap engkau kan mengingat kembali saat-saat indah persaudaraan kita, dan maafkan ku jika tak memenuhi harapan mu.....

Read More..

Jumat, 12 Juni 2009

"MANUSIA BUTUH PEGANYAN YANG KUAT"



Manusia adalah makhluk yang lemah. Manusia butuh pegangan yang kuat. Karena perjalanan dunia ini tidak datar. Kekuatan yang dimiliki hanya sebatas usaha yang sama sekali tidak menentukan. Banyak perkiraan dan rencana matang yang meleset. Karena memang dibalik ini semua ada kekuatan Dzat Maha Kuat yang menentukan.

Kegelisahan, kedukaan dan air mata adalah bagian dari sketsa hidup di dunia. Tetesan air mata yang bermuara dari hati dan berselaputkan kegelisahan jiwa terkadang memilukan, hingga membuat keresahan dan kebimbangan.

Kedukaan karena kerinduan yang teramat sangat dalam menyebabkan kepedihan yang menyesakkan rongga dada. Jiwa yang rapuh pun berkisah pada alam serta isinya, bertanya, dimanakah aku dan jiwa nya berada. Lalu, hati menciptakan serpihan kegelisahan, bagaikan anak kecil yang hilang dari ibunya di tengah keramaian.

Keinginan bertemu ............yang merupakan bagian dari rahmat dan, bukankah itu sebuah fitrah? Semua itu hadir tanpa disadari sebelumnya, hingga tanpa sadar telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan.

Karya:
Saudaraku.....

Read More..

Selasa, 09 Juni 2009

Cinta Mesti Ada Tapi Bagaimana Kita Menyikapinya dengan Bijaksana…….??????


Banyak orang berbicara tentang masalah ini tapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya secara syari. Dan kapan seseorang itu keluar dari batasan-batasan tadi. Dan seakan-akan yang menghalangi untuk membahas masalah ini adalah salahnya pemahaman bahwa pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan berkaitan dengan perzinahan, perkataan yang keji. Dan hal in adalah salah. Tiga perkara ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk menjaga dan mendorong kehormatan dan kemuliaannya.
Cinta insan itu ada batasnya…, penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat ini ada dalam setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari tiga hal ini sesuai dengan apa yang mereka maknai
.

1. Cinta (AI-Hubb)

Cinta yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan itu tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang diantara suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, menganjurkan pada orang yang meminang untuk melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta, seperti telah kami jelaskan dalam bab Kedua.
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin Su’bah Radhiyallahu ‘anhu berkata ;”Aku telah meminang seorang wanita”, lalu Rasulullah

shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku :’Apakah kamu telah melihatnya ?” Aku berkata :”Belum”, maka beliau bersabda : ‘Maka lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu pada akhimya akan lebih menambah kecocokan dan kasih sayang antara kalian berdua’

Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.

Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka tentang “cinta” dan apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa cinta itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan rusak yang diantara mereka menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling duduk, bermalam, saling bercanda, saling menari, dan minum-minum, bahkan sampai mereka berzina di bawah semboyan cinta. Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.

Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah cinta, Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya) :

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,… “,
(Q.S Ali-Imran : 14)


Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah Ta’ala tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma berkata : telah bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :

“Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pemikahan .�?

Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rusak atau keji, maka Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan pandangan, karena pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua sebab-sebab yang mengantarkan pada Fitnah, dan kekejian, seperti berduaan dengan orang yang bukan mahramya, bersenggolan, bersalaman, berciuman antara lelaki dan wanita, karena perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati Allah Subhanahu wa ta’ala.

Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk cinta pada syahwat ini, maka manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah tersebut dalam hadits bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian ; wanita dan wangi-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat�?
( HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi)


Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya : apabila lelaki dan wanita saling pandang memandang atau berduaan atau duduk cerita panjang lebar, lalu cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta, maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya disiksanya, karena hal itu berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk menguasai hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab karena yang dia lakukan. Dan karena keduanya melakukan sebab yang menyampaikan pada ‘cinta’, seperti telah kami sebutkan. Dan keduanya akan dimintai tanggungjawab dan akan disiksa juga dari setiap keharaman yang dia perbuat setelah itu.

Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan oleh sebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana akan dijelaskan dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam keadaan yang mutlak, sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua sebab-sebab yang menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan mengantarkan pada bahaya-bahaya yang banyak, namun sangat sedikit mereka yang selamat.


2. Rindu (Al-’Isyq)

Rindu itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada rindu yang disertai dengan menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu disertai kerendahan dan kehinaan.

Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami tentang cinta maka rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai dengan menjaga diri padanya dan menyembunyikannya dari orang-orang, maka padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil dalam kitab Haasyi’ah Marakil Falah dari Imam Suyuthi yang mengatakan bahwa termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang yang mati dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan disembunyikan dari orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang haram sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.

Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat.

Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapa pahala.


3. Cemburu (Al-Ghairah)

Cemburu ialah kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain dalam hak-haknya, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu ternasuk sifat yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki atau wanita.

Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan sangat marah ketik~asuaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab perempuan tidak akan menerima madunya karena kecemburuannya pada suami, dia senang bila diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai suaminya, dia tidak akan peduli (lihat pada bab 1). Kita tekankan lagi disini bahwa seorang wanita akan menolak madunya, tetapi tidak boleh menolak hukum syar’i tentang bolehnya poligami. Penolakan wanita terhadap madunya karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan dan pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan terjadi kecuali karena kelalaian dan kesesatan.

Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu-ragu, dan dia yakin bahwa padanya ada semua kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap suaminya serta ketidaksenangan terhadap madunya.

Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari yang jelita matanya yang Allah Ta’ala jadikan mereka untuk orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini untuk orang mukmin atau mengingkari hai-hal tersebut, karena dorongan cemburu.

Maka kami katakan padanya :
1. Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.
2. Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.
3. Bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengkhususkan juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski klta tidak mengetahui secara rinci.
4. Surqa merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti firman Allah Ta’ala :

“Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaltu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata scbagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan�?
(Q.S As-Sajdah : 17)


Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang tcrsembunyi bagi mereka dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada apa-apa yang mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin dan mukminat dari apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan hidangan-hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya. Maka wajib bagi keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Ta’ala yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.

Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak rela kalau meraka telanjang dan membuka tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.

Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka orangorang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan clan keutamaan.

Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu pada keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu Dayyuuts: Sungguh ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar bin Yasir ; serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dan Abdullah bin Amr , dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman.

Dikutip darikitab Ushulul Mu’asyarotil Zaujiyah, Penulis: Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan’an, Edisi Indonesia “Jilid I�? Penerbit Maktabah Al-Jihad, Jogjakarta

Read More..