Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rabu, 10 Februari 2010

Bencana Kemanusiaan Akibat Darwinisme (Part 1)


SEJARAH SINGKAT DARWINISME
Sebelum menelaah berbagai penderitaan dan bencana yang ditimpakan Darwinisme kepada dunia, marilah kita mempelajari sejarah Darwinisme secara sekilas. Banyak orang percaya bahwa teori evolusi yang pertama kali dicetuskan oleh Charles Darwin adalah teori yang didasarkan atas bukti, pengkajian dan percobaan ilmiah yang dapat dipercaya. Namun, pencetus awal teori evolusi ternyata bukanlah Darwin, dan, oleh karenanya, asal mula teori ini bukanlah didasarkan atas bukti ilmiah.

Pada suatu masa di Mesopotamia, saat agama penyembah berhala diyakini masyarakat luas, terdapat banyak takhayul dan mitos tentang asal-usul kehidupan dan alam semesta. Salah satunya adalah kepercayaan tentang "evolusi". Menurut legenda Enuma-Elish yang berasal dari zaman Sumeria, suatu ketika pernah terjadi banjir besar di suatu tempat, dan dari banjir ini tiba-tiba muncul tuhan-tuhan yang disebut Lahmu dan Lahamu. Menurut takhayyul yang ada waktu itu, para tuhan ini pertama-tama menciptakan diri mereka sendiri. Setelah itu mereka melingkupi keseluruhan alam semesta dan kemudian membentuk seluruh materi lain dan makhluk hidup. Dengan kata lain, menurut mitos bangsa Sumeria, kehidupan terbentuk secara tiba-tiba dari benda tak hidup, yakni dari kekacauan dalam air, yang kemudian berevolusi dan berkembang.

Kita dapat memahami betapa kepercayaan ini berkaitan erat dengan pernyataan teori evolusi: "makhluk hidup berkembang dan berevolusi dari benda tak hidup." Dari sini kita dapat memahami bahwa gagasan evolusi bukanlah diawali oleh Darwin, tetapi berasal dari bangsa Sumeria penyembah berhala.

Di kemudian hari, mitos evolusi tumbuh subur di peradaban penyembah berhala lainnya, yakni Yunani Kuno. Filsuf materialis Yunani kuno menganggap materi sebagai keberadaan satu-satunya. Mereka menggunakan mitos evolusi, yang merupakan warisan bangsa Sumeria, untuk menjelaskan bagaimana makhluk hidup muncul menjadi ada. Demikianlah, filsafat materialis dan mitos evolusi muncul dan berjalan beriringan di Yunani Kuno. Dari sini, mitos tersebut terbawa hingga ke peradaban Romawi.

Kedua pemikiran tersebut, yang masing-masing berasal dari kebudayaan penyembahan berhala ini, muncul lagi di dunia modern pada abad ke-18. Sejumlah pemikir Eropa yang mempelajari karya-karya bangsa Yunani kuno mulai tertarik dengan materialisme. Para pemikir ini memiliki kesamaan: mereka adalah para penentang agama.

Demikianlah, dan yang pertama kali mengulas teori evolusi secara lebih rinci adalah biologiwan Prancis, Jean Baptiste Lamarck. Dalam teorinya, yang di kemudian hari diketahui keliru, Lamarck mengemukakan bahwa semua mahluk hidup berevolusi dari satu ke yang lain melalui perubahan-perubahan kecil selama hidupnya. Orang yang mengulang pernyataan Lamark dengan cara yang sedikit berbeda adalah Charles Darwin.

Darwin mengemukakan teori tersebut dalam bukunya The Origin of Species, yang terbit di Inggris pada tahun 1859. Dalam buku ini, mitos evolusi, yang diwariskan oleh peradaban Sumeria kuno, dipaparkan lebih rinci. Dia berpendapat bahwa semua spesies makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang, yang muncul di air secara kebetulan, dan mereka tumbuh berbeda satu dari yang lain melalui perubahan-perubahan kecil yang terjadi secara kebetulan.

Pernyataan Darwin tidak banyak diterima oleh para tokoh ilmu pengetahuan di masanya. Para ahli fosil, khususnya, menyadari pernyataan Darwin sebagai hasil khayalan belaka. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, teori Darwin mulai mendapatkan banyak dukungan dari berbagai kalangan. Hal ini disebabkan Darwin dan teorinya telah memberikan landasan berpijak ilmiah - yang dahulunya belum diketemukan- bagi kekuatan yang berkuasa pada abad ke-19.

Read More..

Jumat, 05 Februari 2010

Hati atau Pikiran


Bagi pembaca tentunya merasa tanggung karena topik terasa bercampur, sebagaimana anda menonton tayangan TV tentunya tidak puas dengan satu acara saja bukan, begitu juga menu sehari-hari. Bukan maksud memecah konsentrasi, namun melihat agama Islam yang sangat luas tentu diperlukan berbagai aspek, satu aspek yang dibuka tanpa diimbangi dengan aspek yang lain tentunya gambaran global tentangnya sebagai satu bangunan yang sempurna tidaklah dapat diperoleh. Selalu ada dua pertimbangan yang menjadikan langkah kita selaras sebagaimana kaki kanan dan kaki kiri, begitu juga mata, telinga dan pasangan-pasangan lainnya sebagaimana CiptaanNYA berpasang-pasang walaupun dalam satu tubuh dan hanya Allohlah yang Esa lagi tidak ada seorangpun yang setara dengan DIA.
Untuk menegaskan esensi antara menentukan hati atau pikiran adalah bahasan yang cukup panjang, tanpa pelaksanaan yang sungguh-sungguh dengan harap dan cemas niscaya tidaklah kita dapat menempatkannya dengan baik dalam segala keterbatasan diri yang senantiasa bergantung kepadaNYA.

Sebuah analogi :
Ketika seseorang berada pada jamuan Sang Raja dengan hidangan yang segalanya ada, niscaya ia akan bingung dengan banyaknya pilihan. Maksud hati ingin cepat-cepat membungkus dan segera membawa pulang untuk dibagikan kepada sanak famili, sang Raja mencegah. "Wahai fulan bagaimana mungkin engkau hendak membungkusnya sedangkan perjalanmu cukup jauh, pastilah engkau memakan bekal itu diperjalanan, makanlah dahulu dan cukupkan untuk dirimu, dan janganlah engkau terlalu kenyang ambilah bekal yang banyak seberapa engkau mampu mengangkatnya." Demikianlah titah Raja yang bijak.

Bukan maksud hati hendak membuat ngiler, namun itulah sebuah analogi untuk menggambarkan betapa banyak menu-menu yang Alloh sediakan bagi hamba yang bertamu ke istanaNYA. Sebagai gambaran betapa nikmatnya rasa iman dan betapa banyak cabang-cabang ilmu yang senantiasa membuat haus dan serasa semakin lapar. Walaupun jika dihadapkan pada pertanyaan "seperti apakah manisnya iman itu?", tidak bisa dijawab atau dilukiskan dengan kata-kata.

Hati & Pikiran
------------------

Rosululloh saw menitipkan dua pusaka kepada kita, Al-Qur'an dengan As-Sunah, secara garis besar bolehlah dikatakan bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk/buku manual/panduan sedangkan sunah adalah penerapan/pelaksanaan/ketetapannya (amalan), jika kurang yakin boleh meminta referensi kepada yang lain. Yang mana sejauh penelusuran saya kata sunnah tidak ada padanannya karena maknanya jamak. Untuk mengilustrasikannya saya ambil analogi : Ibarat perjalanan hidup, Al-Qur'an adalah petanya, sedangkan hadist adalah diary (catatan) seseorang yang telah selamat (salam) sampai tujuan yaitu Rosululloh saw. Perjalanan itu adalah menuju keridhoanNYA, jika melihat perjalanan sejarahnya esensi Islam sebagai satu-satunya jalan yang diridhoiNYA adalah agama tauhid yang satu sejak nabi adam hingga kini, hanya saja pada masanya hanya satu orang saja yang terpilih yaitu hamba terbaik yang menjadi teladan. Yaitu hamba yang disucikan pengertian disucikanNYA adalah hak preogratif Alloh swt yang Maha Mengenal lagi Maha Mengetahui untuk menentukannya. Kemudian hamba terpilih itu setelah mencapai keridhoanNYA diberi mandat/tuntunan tentang syariat, sebagaimana perintah Sholat dalam kurun waktu yang cukup lama melalui berbagai rintangan yang berat. Bagi watak pecundang tentulah mengerti ketika terpilihnya saja, tidak memahami arti perjuangan yang berat tersebut. Jika kita sering membaca secara Rosululloh saw tentulah turut merasakan betapa berat, apalagi yang merasakan langsung dengan menirunya; mengikuti jejaknya apapun resikonya. Hanya pembatasnya bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir, tidak ada lagi syariat setelahnya. Sehingga yang lain (umatnya) hanya bisa melestarikannya atau menyambung shaffnya, apapun yang bertentangan dengan perintahnya adalah 'bid'ah'. (> saya kasih tanda kutip untuk disimpan).

Mungkin pengertian ini terasa asing, anda akan menanyakan darimana saya mendapatkan kesimpulan seperti itu? Sekarang saya analogikan : ada dua orang berselisih antara si A dan si B, namun keduanya sama-sama tidak mengerti bahasa lawannya, si A tidak tahu bahasa si B, begitu juga sebaliknya. Sedangkan si C-lah yang tahu bahasa keduanya. Untuk menerangkan ke si A si C mewakili si B, begitu juga sebaliknya ketika menerangkan ke si B. Dalam artian ketika kita memaknai Al-Qur'an antara hamba (A) dengan Tuhan (B) hanya ada dua bahasa penjelasan, penjelasan pertama mewakili hamba... disinilah penjabarannya menjadi banyak, sedangkan Al-Qur'an sebagai kalamNYA adalah esensi/inti yang lugas, jelas dan tandas, dalam arti kata lain intisari dari segala persoalan, apapun yang orang mahu tahu disitu ada, dari pertanyaan, penggugah, pengingat, ancaman, jawaban, doa, dsb. sudah sumpurna. Maka apabila ada penambahan ataupun pengurangan niscaya ketahuan apabila dapat melihatnya secara global dan dalam tahapan pemahaman yang lebih tinggi, yang mampu mengenali mana yang sejalan dan mana yang menyimpang. Dari jalan yang lurus dan tidak sedikitpun bengkok, hanya saja jalan itu begitu halus.

Sejauh mana orang mampu berpikir disitu diterangkan semua, namun manusia suka kelewat batas dengan mereka-reka (meraba-raba) tanpa panduan/penerangan. Ataupun dapat penerangan namun tahapanya belum. Ibarat pokok kurma atau kelapa buahnya akan tetap berada diatas namun batangnya tetap satu, setahap demi setahap dan terus menjulang.
Read More..