Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 09 Desember 2011

Surat yang telah Usang


Inilah yang sebenrnya terjadi. Ana harus ambil pilihan. afwan jiddan. Cinta ini berbuah dilema.
Ukhty, suatu hari Fatimah binti Rasulullah Saw, berkata kepada Sayidina Ali, suaminya. “Wahai kekasihku, sesunguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika aku masih gadis dulu.”
“O ya,” tanggap Sayidina Ali dengan wajah sedikit memerah. “Siapakah lelaki terhormat itu, dinda?”“Lelaki itu adalah engkau, sayangku,” jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin mencintai isterinya. Percakapan romantis Siti Fatimah denganSayidina Ali di atas mungkin sudah menjadi hal biasa bagi para suami isteri. Tetapi tidak bagi mereka yang belum menikah. … Percakapan-percakapan romantis yang sering ditemukan dalam buku-buku pernikahan itu sungguh sangat imajinatif bagi kita para lajang yang sudah merindukan pernikahan, sekaligus juga misteri, apakah kita bisa seromantis Siti Fatimah dan Sayidina Ali?Alangkah bahagianya, seorang pemuda yang sejak lama memimpikan obrolan-obrolan romantis akhirnya sampai di terminal harapan, sebuah pernikahan suci. Apa yang selama ini menjadi imajinasinya saat itu akan ia ungkapkan kepada isterinya. “Wahai kekasihku, ada satu kata yang dari dulu terpenjara di hatiku dan ingin sekali kukatakan kepadamu, aku mencintaimu.”

Tetapi, kebahagiaan ini hanya milik mereka yang telah dikaruniai kemampuan untuk mengikat perjanjian yang berat (mitsaqan ghalidha), pernikahan itu. Bagi mereka yang masih harus melajang, semuanya masih hanya mimpi yang terus menggoda. Terkadang, ada pemuda yang tidak kuat melawan godaan imajinasinya. Keinginan untuk mengungkapkan cinta itu tiba-tiba sangat besar sekali. Tetapi kepada siapa perasaan itu harus diungkapkan ? Sementara isteri belum punya, kekasih pun tidak ada. Karena kata pacaran sudah lama dihapus dalam kamus remajanya. Tapi, dorongan itu begitu besar, begitu dahsyat. Awalnya, kuat. Sampai tibalah sebuah ‘perjumpaan’. pPrtemukan dua pesona.

Imajinasi itu kembali menari-nari. “Nampaknya, dibalik jilbabnya yang rapi, cerdasnya berpikir, sopannya akhlak, ia adalah gadis yang kuimpikan selama ini.” “Oh, ketegasannya sesuai dengan penampilannyayang kalem, dia mungkin yang kuharapkan.” Dan cinta itu hadir. Tetapi, sudahkah saatnya cinta itu diucapkan ? Padahal mengikat perjanjian yang berat tidak sanggup dilakukan. Lalu apa yang harus akulakukan ketika dorongan untuk mengatakan perasaan semakin besar, teramat besar? Hingga perjumpaan dengannya jadi begitu mengasyikkan; menerima sms-nya menjadi kebahagiaan; berbincang dengannya menjadi kenikmatan; berpisah dengannya menjadi sebuah keberatan; ketidakhadirannya adalah rasa kehilangan.

Indah… Tapi ini adalah musibah, bagi kita ukhty. Interaksi muslim dan muslimah yang semakin longgar telah menggiring kepada dua dinding dilema yang semakin menyempit dan begitu menekan. Cinta terlanjur hadir. Meski indah tapi bermasalah. Mau menikah, tidak mungkin. Menunggu pernikahan, seminggu saja serasa setahun. Melepaskan dan memutuskan komunikasi, cinta terlanjur bersemi. Menjalani interaksi seperti biasa, semuanya membuat hati semakin merasa bersalah. Apa yang bisa dijadikan solusi? Jawabannya akan sangat panjang lebar jika yang dijadikan landasan adalah realita dan logika.

Tetapi, marilah kita bicara dengan nurani dan keimanan, agar semua bisa terselesaikan dengan cepat dan tuntas. Tanyakan kepada nurani tentang keimanan yang bersemayam di dalamnya? Masihkah memiliki kekuatan untuk mempertahankan Allah sebagai nomor satu dan satu-satunya? Dengan kekuatan iman, cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya ?

Tanyakan pada keimanan dan nurani, siapa yang lebih dicintai, Allah ataukah aku atau kamu?“Qul Aamantu Billahi tsummastaqim!” (al-Hadits)
Kita pilih cinta Allah. Lepas ikatan perasaaan yang belum halal. Keputusan ini kita ambil demi kebaikan kita. Untuk memilih yang terbaik.

Wassalamualaikum
Malang, 31 Juli 2008
Read More..