Subscribe

RSS Feed (xml)



Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 16 Juni 2009

JERIH PAYAH PENCARIAN ILMU

Seting dimulai di dalam ruangan keluarga

(Mad Rosyad memandangi ummi dan abahnya bergantian. Ia merasa berat meninggalkan keduanya, namun tekadnya begitu kuat, ia ingin benar-benar mewarisi semangat Nabi Ibrohim as)

Mad Rosyad : (Sambil menangis dan terus memandangi keduanya) “Bah, Mi, aku tidak akan berhenti mencari ilmu dan belajar sebelum sampai ke pertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun {QS. 18:60}”

Ummi : (menangis, teringat perkataan Nabi Musa kepada muridnya yang pernah ia kaji dari Ustadzah Rohanah di musholla putri, tangisnya bercampur bangga dan bahagia)
Mad Rosyad : “Bah………….do’akan Mamad”

Abah : (Menepuk-nepuk pundak Mamad, abah ak mampu mengucap sepaah kaapun karena ia amat bangga pada diri mamat, harapannya hanya satu bahwa mamad pulang nanti akan jadi orang yang alim di kampungnya)

Ummi : (ibu melepas cincinnya) “Cung, ini cincin Ummi, kamu bisa menggadaikannya di kota, dan ini……….”(Umi mengeluarkan lembaran lima puluh ribuan dari dalam setagennya dan melanjutkan perkataannya.), “Untukmu, untuk sebuah ilmu ini tidak ada artinay”
Mad Rosyad : (Mad Rosyad kaget, uang itu terlalu banyak untuk orang miskin seperti keluarganya, setengah juta jumlahnya, uang ini tentu hasil jerih payah Ummi selama bertahun-tahunsebagai seorang beruh tani ‘dalam hati Mad Rosyad sangat bergejolak’)”Mi………..jangan ini engkau berikan pada Mamad seluruhnya, uang ini terlalu banyak dan Ummi tentu lebih membutuhkan”.
Ummi : “sungguh Cung, uang ini tidak ada artinya dibandingkan ilmu yang akan egkau dapatkan, (Ummi, sambil menepuk bahu Mad Rosyad dan membelai rambutnay) “Bawalah, ini akan sangat bermanaat bagimu. Hati-hati membawa uang, Ummi dengar di kota banyak perampok”
Mad Rosyad : (Mad Rosyadberangkat setelah mencium tangan Ummi dan Abahnya denagn takdim, ia membawa tas rangsel hijau kusam, dengan pakaian yang seadanya). ‘Mad Rosyad hanya membawa niat Bismillahi tawakaltu alallohi, ia pergi meninggalkan kampungnya, Dukuh Bekut, sebuah perkampungan Madura yang terletak di Malang selatan yang belum pernah ditinggalkannya. Eanam tahun sekolah di MI dan 6 tahun ia mondok di pesantren ki’ai Mas’ud sekitar 1 kilometer dari rumahnya. Kini ia lulus dan mendapatkan sayahadah. Dari pondok saja ia mendapat dispensasi gratis tanpa biaya, dan dia tidak termasuk murid cerdas, ia merasa malu kalau mau bertanya pada pak ki’ai tempat untuk menuntut ilmu yang pada saat ini hasratnya menuntut ilmu semakin menggebu, hanya pada Ummi dan Abahnya saja ia berani menyatakannya.
Ummi : kamu mau belajar kemana, Cung…………….? (ummi sambil terus memandangi anaknya)

Mad Rosyad : Ke kota, MI, Mamad dengan Gus wahid putranta pak ki’ai belajar di kota. Nama pondoknya Universitas Muhammadiyah, aku mau mondok disana. (Meyakinkan Abah dan Ummi) Pokoknya Mamad mau mencari pondok itu sampai ketemu, dan menjumpai kia’inya. Bukannya Alloh maha penolong ? lebih-lebih untuk sebuah kebaikan, iya kan MI, Bah ?

(Umi dan Abah saling tersenyum saat itu. Senyum yang bagi Mamad merupakan pelecut bagi tercapainya cita-citanya. Mamad bersenandung kecil meninggalkan kampungnya, di perjalanan ia mengambil bebatuan dan menggenggamnya, entah apa tujuannya).

Seting di perjalanan, masih dalam kampung Mad Rosyad, (monolog)

Mad Rosyad : “Ah………ada untungnya kampungku belum diaspal, hanya bebatuan yang tertata di pinggir jalan, agar jika hujan tidak becek. Aku tidak sanggup menghitung berapa banyak bebatuan yang kulewati, padahal kata pak ki’ai ‘setiap batu yang dilewati akan mendo’akan orang-orang yang berjalan mencari ilmu karena Alloh’, Subhannalloh, terima kasih”.

(Mad Rosyad mencium batu itu dengan lugu, kemudian melemparkannya ke pinggir jalan. Ia terus berjalan, dan saat ia melewati sungai ia berhenti sesaat)

Seting di tepi sungai.

Mad Rosyad : “Dan ikanpun turut mendoakan?”

(Mad Rosyad tersenyum , sambil bergaya merasa dirinya di hari ini adalah orang yang penting, ia berlaga desah do’a seluruh mahluk seolah didengarnya. Bahkan ia merasa dijaga oleh berjuta malaikat. Jalan tiga kilo tak terasa pegal dikakinya)

Mad Rosyad : (monolog) “Seperti apa ya kota Malang”.
(Mad Rosyad sekalipun belum pernah kesana. Hari-harinya tak penah kosong, ia harus berulang-ulang menghaal tulisan Arab asli, apalagi ia menyadari otaknya tidak seencer teman-temannya. Kalaupun nganggur ia memilih ke kebun atau membuat kerupuk uli dan keripik singkong, Mad Rosyad sayag kalau uangnya sia-sia digunakan untuk jalan-jalan, ia lebih memilih menabung, agar kelak bisa digunakan untuk mencari ilmu atau membeli buku)

seting masih diperjalanan atau dalam kendaraan, masih berdialog secara monolog.

Mad Rosyad : “wah, pondoknya Gus Wahid pasti hebat, Gus wahid kan orang hebat.”

(Mad Rosyad tidak bisa membayangkannya)

Mad Rosyad : “Nah itu dia angkudesnya”.
(Mad Rosyad melambaikan tangannya sehingga angkutan berwarna kunini itu berhenti, hatinay deg-degan, menantikan angkutan desa menuju tujuan)

Seting dalam angkutan desa

Kerned : (menanyai Mad Rosyad) “Nang ndi, Cak……..?”

Mad Rosyad : “Ke kota”

Kerned : “Iya, kotanya mana? Angkutan ini memang mau ke kota, ke terminal Arjosari atau mana?”.(Mad Rosyad celingukan dan kerned melanjutkan pertanyaannya), “Yen bingung ojo lungo dewekan opo’o Cak ?! “
Mad Rosyad : (Mad Rosyad grogi menjawab), “Anu……..turun pondok”

Kerned : “Pondok’e jenenge opo ?”(kerned angkutan bertanya lagi)

Mad Rosyad : “Anu……….pondok…………..pondok Universitas Muhammadiyah”.

Kerned : (Heran) “Pondok Universitas Muhammadiyah yo’opo seh……….?

Sopir : “Jarno opo’o, maksude paling yo Unmuh” (kata pak sopir sambil tersenyum) “Sampeyan turun neng Arjosari terus numpak mikrolet ADL cak, bilang saja turun pos jangan turun pondok” (Pak supir menambahi)

Mad Rosyad : ”Matursuwun” (Mamad menimpali).

Seting berada di terminal Arjosari.
(Begitu sampa di terminal Arjosari, Mad Rosyad mengikuti petunjuk pak sopir, maka selamatlah ia sampai di tujuan, namun ketika ia turyn Mad Rosyad bingung)

Seting berada di luar terminal landungsari

Mad Rosyad : “Ramai sekali ternyata kota malang ini, lalu mana yang namanya pondok Universitas Muhammadiyah itu ?”
(Ia masih berada di selatan jalan tempat ia turun dari mikrolet tadi, kepalanya menoleh ke gedung disebelahnya)

Mad Rosyad : “Revolusi, Ah……..bukan itu”.
(Ia memperhatikan sebelah utara sambil berjalan ke arah barat) ‘monolog’

Mad Rosyad : “Banyak gedung-gedung, mungkin itu, kata Gus wahid, tempat belajarnya gedung-gedung bertingkat. Pasti itu………..”
(Mad Rosyad menyeberangi jalan. Kantor pos …..dibaca tulisan-tulisan yang ada disana)

Mad Rosyad : “Mana yaa……….pondoknya ?
(Ia berhenti di depan kantor pos, diperhatikannya pemuda-pemuda seusia Gus Wahid yang lauu-lalang)

Mad Rosyad : “aku pasti keliru, masak anak pondok kok pakaiannya begitu?. Yang laki-laki celananya aneh-aneh, yang perempuan lebih-lebih. Wah ……….kalau di kampung pasti sudah menjadi bahan gunjingan. Ih…………itu malah boncengan laki-perempuan. Astagirulloh, kok aku Suudhon. Mungkin itu cacak sama adiknya. (melanjutkan pembicaraannya sendirian sambil mengamati sekitarnay), Tapi……….itu, itu ada yang pakek kerudung. Dan yang sana itu………ada yang seperti Gus wahid pakaianya, pakai baju koko.” (Menenangkan diri dan pikiran buruk analisanya) “He………he………, seperti bajuku juga. Ah ………..mungkin pondoknya masih disana”.

(Mad Rosyad pun berjalan lagi, ia terkagum-kagum melihat bangunan yang begitu indah dan megah, ia masih terus berjalan, muter-muter dengan decak kagum juga dengan ketidak mengertian, hingga sampai ia disebuah bangunan yang luas yang sangat ia kenal)

Mad Rosyad : “Alhamdulillah, alhamdullilah” (tanpa melihat kiri-kanan ia langsung sujud sukur di tanah. Para mahasiswa yang melihatnya hanya terheran-heran, setelah sujud syukur ia melanjutkan perkataanya) “Alhamdulillah, duh Gusti Alloh, akhirnya ketemu juga yang hamba cari”. (ia bergegas masuk Universitas Muhammadiyah Malang)

Seting di depan masjid

Mad Rosyad : (Monolog), “Subhanalloh, masjid kok indah sekali, kalau begitu benarlah, ini memeng pondok. Buktinya di dalamnya ada masjid, Megah lagi………”
(Mad Rosyad langsung ke tempat wudhu, dengan rasa mengharu biru, ia tunaikan sholat tahiyatal masjid, namun belum lagi ia menghadap kiblat, dijumpainya sebuah kotak besar di depan pintu)

Mad Rosyad : “Kotak amal, waaahh…………aku harus menginakkan sebagian uangku. Bukannya aku mondok disini? Untuk sebuah ilu ini tidak ada artinya…….”
(Ia memasukkan selembar lima puluh ribuan, setelah itu ia baru sholat dua rakaat dengan khusuk, dua mahasiswa aktivis yang sedang berdiskusi di situ merasa agak aneh dengan kehadiran Mad Rosyad, kopyah hitamnya yang sudah menjadi kumal, bajunya, tasnya, jalannya sangat berbeda. Kehadiran orang dengan penampilan Mad Rosyad di kampus itu tidaklah biasa, begitu setelah Mad Rosyad selesai sholat, kedua mahasiswa tersebut menghampirinya dan mengajaknya bersalamana, Mad Rosyad mengawali pembicaraan)

Mad Rosyad : “Saya Mad Rosyad, biasa dipanggil Mamad, boleh saya kenal cacak-cacak ini ?”

Mahasiswa : “Saya Mitah, ini arid. Cak mamad dari mana?”

Mad Rosyad : “saya asli Bekur, perkampungan Madura di Malang selatan, tujuan saya kemari mau mencari pondok.”

(Dua mahasiswa itu saling berpandangan)

Mad Rosyad (melanjutkan perkataanya) ”Saya yakin, pondok itu ada di sini. Namanya Pondok Universitas Muhammadiyah. Saya ingin menimba ilmu di pondok itu, dan saya sudah mendapatkan syahadah dari pondok ‘Roudhotul Ulum’, tempat saya mencari ilmu sebelum saya kesini”.
(Mad Rosyad mengeluarkan syahadanya dan memberikannya kepada kedua mahasiswa tadi)

Mad Rosyad : “Saya tidak mau berhenti belajar walaupun sudah mendapatkan syahadah, saya pengen terus menerus mencari ilmu. Dan saya mendengar di kota ini ada pondok yang hebat”.

(Kedua mahasiswa itu saling mencermati pelajaran-pelajaran yang ada dalam ijaza atau syahadah menurut istilah Mad Rosyad. Banyak sekali mata pelajarannya, ada tajwid, hadits dan ulumul hadits, iqih dan ushul iqih, al-Qur’an, dll)

Mahasiswa : “Cak mamad tidak ada pondok Universitas muhammadiyah disini”. (Mitah menjawab)
(Warna cerah di muka Mad Rosyad berubah seketika. Mendung bergayut, kepalanya menunduk menahan pekatnya awan yang bergelantung di raut mukanya. Tak lama ia berguman)

Mad Rosyad : “Mana mungkin…………?”
(Kedua mahasiswa itu merasa kasihan)

Mad Rosyad : “Cacak berdua, saya tak yakin, Putra Ki’ai saya mondok disini, saya tidak berbohong dan tidak mungkin saya salah dengar, ia mengatakan bahwa saat itu ia menimba ilmu di Universitas Muhammadiyah.”

(dua mahasiswa itu saling menatap dan kemudian tersenyum)

Mad Rosyad : (melanjutkan perkataanya) “Saya yakin, cacak ini orang baik-baik, jangan bohongi saya. Jangan halangi saya untuk menuntut ilmu. Murka Alloh atas kalian jika kalian berbohong !, (melanjutkan perkataanya) Sekarang, tolong antarkan saya menemui pak ki’ai pondok ini, saya bersedia menjadi kacungnya asal saya bisa mondok disini”.
(Kedua mahasiswa tersebut terharu mendengar perkataan Mad Rosyad, bahkan ereka merasa malu dan merasa tersindir, betapa semangat itu akhir-akhir ini melemah, teruitama di bidang eksak yang kini menjadi jurusannya)

Mahasiswa: “Cak Mamad, Universitas Muhammadiyah itu memang ada, tapi bukan pondok, itu sekolahan, kampus istilahnya.”

Mad Rosyad : “Jadi…………jadi, aku salah alamat?” aku punya syahadah, barangkali itu bisa dipertimbangkan. Tidak mengapa mencari ilmu disekolahan. Toh aku melihat banyak perempuan berkerudung dan laki-laki berpenampilan seperti cacak-cacak ini. Persis Gus wahidd, berjengod, jidad hitam, berbaju rapi. Aku yakin bisa, bukankan aku sudah lulus dari pondok pak Ky’ai?, (ia bicara dalam hati)”.
(Mad Rosyad melanjutkan pembicaraannya pada kedua mahasiswa tet\rsebut)

Mad Rosyad : Cak……..biarlah, disini saya juga mau. Sekolah ini pasti bagus. Buktinya, putra pak Ki’ai saya sekolah disini dan saya mengenalnya sebagai lelaki yang soleh. Tolong antarkan saya, saya mau sekolah disini, saya punya syahadah”.

(kedua mahasiswa itu kembali saling berpandangan, rasa iba menjalar ke seluruh sanubarinya, keduanya menyadari memupus keinginan menuntut ilmu laki-laki di hadapannya tidak baik, namun keduanya tidak mempunyai solusi).

Mad Rosyad : “Kebnapa kalian diam ?, tidakah kalian senangjika ilmu Alloh dipelajari oleh orang lain? Atau kalian tidak suka karena Mad Rosyad hanyalah orang kampung, miskin dan kotor? Oh……….andaikan semua manusia adalah pak ki’ai, andaikan semua manusia adalah Gus wahid, tentu Alloh mempermudah jalan bagiku untuk mencicipi sebagian samudra ilmunya”

(kedua mahasiswa itu terperanjak)

Mahasiswa : “Siapa Gus Wahid itu, Cak ?”

Mad Rosyad : “Ia putra pak ki’ai, aku kenal baik dengannya, bahkan aku sering memijatnya, jika aku memijatnya ia selalu menceritakan teman-temannya yang begitu baik. Gus Wahid orangnya sangat baik, ia hanya tersenyum jika disela-sela memijat saya sempatkan menulis cerita-cerita hebatnya. Maka saya yakin pondok Universitas Muhammadiyah itu ada, sebab ada di catatan saya”. (Jelasnya menggebu, dan ia melanjutkan perkataannya dengan lirih) “tapi…….Gus Wahid tidak pernah menyebutnya pondok”

(Salah satu mahasiswa berkata)

Mahasiswa : “ Mi, Gus wahid yang dimaksud Cak Mamad ini pasti Abdul Wahid, Ketua lembaga Dakwah Kampus Kita”.

Mad Rosyad : “Betul , namanya memag Abdul Wahid”

Pembicaraan lirih farit Didengar oleh Mad Rosyad Belum lagi menyelesaikan pembicaraan , sang ketua LDK muncul “ Assalamualaikum ….

Wahid terheran-heran melihat sosok dihadapannya. Sementara sosok itu menyambut dengan gembira pertemuan yang tak terduga. Ia langsung bangkit dan mencium tangan putra pak kiyai yang dikaguminya.

“Alhamdulillah, Alhamdulillah. Gus … Allah SWT memang maha welas asih.” Ia pun sujud syukur dalam kebahagiyaan yang memuncak.

Mad Rosyad menceritakan panjang lebar maksud kedatangannya, sampai Allah SWT menuntunya di rumah- Nya.
Abdul Wahid dengan penuh senyum mendengarnya.

“Inilah pertolongan Allah SWT itu Gus, Allah SWT maha tau, bahwa Mad Rosyad ini benar-benar ingin meneguk ilmu- Nya”
“Cak, cacak jangan sedih ya… pondok yang ada di sini ini adalah tempat Wahid mencari ilmu, bukan seperti pondok Bapak. Ini sekolahan seperti sekolahan MI di kampung kita itu. Tidak ada kiayinya, adanya kepala sekolah, namanya Rektor. Nah, syahadah ini tidak bisa untuk menuntut ilmu di sini.”

Mad Rosyad lemas mendengarnya, badannya yang tadi duduk tegap penuh semangat, kendor seketika. Tak lama ia menangis terguguh ….
“Sungguh malangnya Mad Rosyad ini, ia hanyalah pemuda miskin yang bodoh. Untuk menjadi ustad di kampung tak ada yang mempercayainya. Untuk menjadi santri tak ada yang menampungnya. Sungguh malang Mad Rosyad ini, kepulangannya hanya akan membuat sedih Ummi dan Abah. Menghancurkan harapan dan cita-cita, menjelmakan butiran-butiran air mata. Duh Gusti Allah, hamba-Mu, mad Rosyad ini tetap percaya belas kasih- Mu. Oleh karenanya, tolonglah berilah jalan untuk mencicipi luasnya ilmu – Mu.”

Mad Rosyad menghapus air matanya dengan saputangan lusuhnya. Miftah, Farid dan wahid sangat terharu. Belum pernah mereka menemuhi seorang yang begitu besar semangatnya dalam mencari ilmu.

“Cak, Insya Allah wahid bisa membantu, tapi tolong ceritakan bagaimana Cak Mamad bisa mempunyai semangat yang demikian berlipat-lipat.”

Mad Rosyad tegak kembali. Semangatnya yang nyaris hancur ia tata dan kumpulkan. Wajahnya memerah pertanda harapan itu makin dekat di hati. Harapan yang membuat hidupnya penuh semangat, yang membuatnya sabar melampaui ketidak mengertian-ketidak mengertian, kesulutan-kesulitan untuk mencapai pemahaman.

“Ayo Cak, ceritakan kepada ku, pada kami ?”
Mad Rosyad merasa dihargai dengan permintaan putra kiayi itu, maka dengan sangat bahagia ia membuka tas dan membuka buku catatannya.

“Ini dia …. Ini dia Gus Wahid, ini pelajaran dari Ummi, dan Ummi mendapatkannya dari Ustadzah Rohannah. Aku tak pernah melupakannya. Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai kepertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan bertahun-tahun.”

“Ceritakanlah kepada kami hal itu, Cak ?” ungkap Miftah
“Benar, aku juga ingin mendengarnya agar bisa mempunyai semangat seperti Cak Mamad”

“jangan seperti saya, saya hanyalah pemuda kampung yang miskin dan bodoh. Tapi punyailah semangat Nabi Musa. Ummi ku menceritakan dari Ustazhah Rohannah, Usradzah Rohannah adari al- Qur’an. Nabi Musa berjalan bersama …. Sebentar, tulisannya tidak begitu jelas. Yus …. Oh iya, Yusya bin Nun. Beliau berkata, bengan perkataan yang sangat saya hafal, sebab itu adalah pompa semangat saya”

“Subhanallah, catatanmu lengkap sekali, cak” wahid menepuk pundak Rosyad
“Sebentar, cak, wahid harus musyawarah dulu dengan teman-teman sebagaimanabaiknya. Tapi jangan khawatir, Cak mamad akan bertemu dengan hamba allah SWT yang sholeh untuk menuntut ilmu.”

Saat itu pula di masjid kampus Universitas sedang ada rapat pengurus. Maka, tuntaslah permasalahan Mad Rosyad yang ingin menuntut ilmu. Selepas maghrib acara itu selesai. Cak Mamad menunggu dengan sabar apa yang akan disampaikan oleh Gus Wahid. Ia merasa bersyukur bertemu dengan orang-orang yang baik. Di mesjid itu ia berdzikir dan membaca Al- Qur’an. Waktu yang berlalu tak terasa lama, walaupun ia menunggu dari pagi hingga lepas senja.

“kabar gembira untukmu, Cak”
“alhamdulillah”
“Kalau Cacak setuju, Cacak bisa tinggal di sini”
“Di sini ? Di masjid Universitas ini “
“ya, di masjid Universitas ini”
“Alhamdulillah”
Ia langsung sujud syukur, setelah itu menciun tangan putra kiyai itu dengan penuh cinta dan rasa hormat.
“cak, disini ada dua kamar. Satu kamar untuk murid sini, satu kamar untuk cak Mamad”
“apa aku bukan murid, Gus?”
Wahid tersenyum

“Cak Mamad kan nanti nyantrinya di masjid sini, kalau murid namanya mahasiswa Cak, dan nyantrinya di gedung-gedung bertingkat itu, cak, belajarnya, macem-macem, nah, kalau sekolahnya selesai nanti, ada yang jadi dokter, tukang listrik, tukang bangunan, macem-macem.”

“tukang saja sekolahnya di sini ya, Gus>”

“Bosnya, cak.”

“Terus Cacak nanti gembira, Gus?.” ” Di mesjid sini sering ada ngaji, Cak. Ya hadits, tafsir, siroh, macem-macem. Cak Mamad bisa belajar nanti, bersama saya dan teman-teman. Selain itu Cak Mamad bertugas menjaga masjid ini, bersih-bersih, ya nyapu, ngepel, menguras bak mandi, dan sebagainya.”

“Alhamdulillah, terimakasih Gus, terima kasih. Hidupku memang untuk mengabdi kepada- Nya. Sungguh mulia menjadi penjaga rumah Allah SWT ua, Gus.”

Mata Mad Rosayad berkaca-kaca. Rasa syukur benar-benar terpancar dari wajahnya.
“Gus, berapa bayarnya ?”
“Bayar apa, cak ?”
“Nyantri di sini”
“Gratis Cak” wahid tertawa kecil
Cacak bener lho, Gus. “
“Gratis, cak, wahig tidak bohong, malah Cak Mamad digaji karena menjaga masjid ini.”
“kasihan Ustaznya, Gus.”
Mad Rosyad mengambil dompet dari saku bajunya, dihitungny aung dua lima ratus ribu dari Umminya, kemudian diserahkan kepada wahid Ahmadi
“cacak bertereima kasih kepadamu. Gunakan ini untuk para Ustadz dan apa saja yang membantu pengajaran di sini”
“sudahlah, cak. Cacak lebih membutuhkannya, lagipula ngaji disini gratis dan seperti yang wahid katakan, cak Mamad malah digaji.”

“Terima kasih, Gus. Kata Ummi. Uang tidak ada artinya dibanding ilmu yang cacak dapatkan, biarlah jangan halangi Cacak untuk mengiklaskan uang ini. Sekali lagi, ini tak berarti. Soal gaji, itu berbeda dengan ini. Ayolah, Gus …”

Gus Wachid sangat terharu , . Bagaimanapun gak mungkin infak ditolak . Ia menerima dengan perasaan yang sulit diunkapkan . Lima ratus ribu sangat besar bagi Mad Rosyad namun itulah mulianya ia menghargai ilmu . Alhamdullilah kngkau telah melakukan amanah ummi dari tanganku , ya ALLAH emoga barokah “.Mad Rosyad sujut sukur lagi . Mulai sekarang Cak Mamat boleh menempati kamar itu dan ada satu kali lagi tugas cacak

(Mad Rosyad yang sedang membersihkan tasn berhenti, ia menunggu do’a yang akan dipakai putra kiainya itu)

Sehabis maghribcacak harus mengajari ngaji para mahasiswa. Jangan lupa tajwidnya, Wahid tahu, ngajinya cak Mamad jempol. Soal tajwid catatan Cak Mamad kan lengkap. dItambah lagi tiap Jum’at sore cak Mamad harus mendongeng untuk anak-anak TPA di Masjid”.

Mad Rosyad : *mElongo) Tugas yang tak pernah diduga, nyantri dan jadi Ustadz ……..?”

(kali ini matanya bukan hanya berkaca-kaca, tapi menangis, bahkan tangisnya bersuara. Wahid Ahmad menepuk-nepuk pundaknya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis tanggapan or komentar Anda pada form dibawah ini, semoga bermanfaat...jazakallah....